“Seperti Kota Paris, Prancis, yang mana tetap mempertahankan kota-kota tuanya sebagai kekayaan budaya, lalu memilih untuk membangun kota modern di tempat lain,” tukasnya.
Sebelumnya Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Palembang Retno Purwanti mengatakan, rencana memasang tangga otomatis atau lift di Jembatan Ampera tidak ada kajian akademisnya.
Hal itu dinilai membahayakan kondisi jembatan pampasan perang Jepang, yang usianya tidak lagi muda itu.
“Enggak ada, enggak ada,” kata Retno saat ditanya apakah sudah ada kajian akademis untuk akan memasang tangga otomatis atau lift di Jembatan Ampera.
Menurutnya Retno, pemerintahan daerah mengatakan, kalau beban Jembatan Ampera sudah terlalu berat.
Tapi, lanjutnya, Jembatan Ampera malah ditambahi lift.
Lift itu sudah menambah beban Jembatan Ampera.
“Belum lagi aktivitas naik turunnya. Itu kan ada getarannya, mengganggu struktur jembatan dan pondasinya, gitu lho,” katanya.
Dinas terkait menurutnya, tidak pernah mengajak TACB rapat untuk membahas pemasangan lift di Jembatan Ampera.
Hal senada dikemukakan peneliti dari Badan Riset dan Inovasi (BRIN) Sumsel Wahyu Rizky Andhifani.
Wahyu sangat menyayangkan rencana pemasangan lift di Jembatan Ampera, karena jika benar jadi pastinya akan menambah beban jembatan itu.
“Fungsinya untuk apa lift itu. Mestinya kalau mau dibuat seperti itu harus ada kajian, bagaimana dari sisi arsiteknya, beban ini sanggup tidak,” katanya.
Merusak Landmark Kota Palembang
Rencana pemasangan lift di Jembatan Ampera dinilai merusak citra bangunan landmark Kota Palembang.
Demikian disampaikan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Sumatera Selatan (Sumsel), Dr Ari Siswanto.