Ketiga, yakni manipulasi psikologis melalui social engineering, yaitu pengguna memanipulasi psikologi untuk mengumpulkan data sensitif seperti nama lengkap, username, password dan sebagainya melalui media elektronik.
“Pelaku menyamar sebagai pihak yang dapat dipercaya, seperti dari lembaga/ instansi resmi, bisa melalui telepon, email dan sebagainya. Permintaan data dengan cara menekan nomor-nomor tertentu di komputer, handphone, atau mengklik link tertentu dan memasukkan data yang diminta,” paparnya.
Agar terhindar dari kebocoran data, Sinulingga memberikan sejumlah tips.
"Nah, untuk meminimalisir terjadi kebocoran data, perlu dilakukan langkah seperti menggunakan kata sandi yang kuat, dan tidak menggunakan kata sandi yang sama di setiap akun serta ganti secara berkala,” ujar Sinulingga.
BACA JUGA:Bansos BPNT Rp600.000 Cair di Kantor Pos Bulan Depan Asalkan KK KPM Penuhi 3 Syarat Ini
Lalu bijak dalam membagikan data pribadi (KTP, e-mail, dan lain sebagainya).
“Berhati-hati dalam mengunjungi situs atau mengunduh aplikasi yang berbau penipuan atau phising.
Terakhir laporkan situs atau aplikasi yang berbau penipuan tersebut diantaranya ke situs lapor.go.id, sistem informasi resmi dari pemerintah yang menampung aspirasi dan aduan masyarakat secara daring," beber dia.
Selain itu, ada sejumlah aturan yang menjerat pelaku pembobolan data elektronik, menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
BACA JUGA:Harga 5 Jutaan, Inilah Rekomendasi Laptop Cocok Untuk Mahasiswa Terbaru 2023
“Dalam undang undang tersebut terdapat perlindungan Data Pribadi, dan sanksi-sanksi bagi setiap orang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek/ pemilik data pribadi,” tukasnya. *