Dengan kedua alasan tersebut, Shalahuddin menunda niat berhajinya meski kerinduan telah berpendar di dadanya untuk bertamu ke Baitullah dan berziarah ke Kota Rasulullah saw.
Beliau tetap melakukan tugasnya sebagai seorang kepala negara: melepas jamaah haji pada bulan Dzulqa’dah tahun 588 Hijriah dan menyambut jamaah itu lagi setelah pulang berhaji pada bulan Safar di tahun yang sama tersebut.
Namun, kehendak Allah berkata lain dan telah menyiapkan takdir yang berbeda bagi impian Shalahuddin. Pada bulan Safar setelah menyambut kembalinya jamaah haji, Shalahuddin Al Ayyubi jatuh sakit.
Kemudian, pada akhir bulan Safar, Shalahuddin meninggal dunia. Beliau wafat dalam keadaan keuangan pribadinya yang sangat memprihatinkan, bahkan tak cukup untuk membelikannya kain kafan.
BACA JUGA:Abdurrahman Bin Auf, Sahabat Nabi Muhammad SAW yang Masuk Surga dengan Merangkak
Maka, masyarakat mengumpulkan uang mereka dan diinfaqkan untuk memenuhi kebutuhan jazad Shalahuddin.
Sungguh mulia mereka yang telah memagikan sebagian hartanya untuk pemimpin negara yang sangat agung itu.
Bayangkan, Shalahuddin Al Ayyubi yang merupakan sosok paling gagah, dikagumi banyak orang, ditakuti musuh, dan dicintai sahabatnya itu wafat dalam keadaan telah mendermakan seluruh harta duniawinya kepada Allah demi kebebasan sebuah negeri.
Impian dari seorang raja negeri yang kaya itu untuk bertamu ke Baitullah justru dibalas Allah dengan kesyahidan untuk langsjng menghadap-Nya berbaris bersama para syuhada dan pahlawan pejuang kebenaran yang lain.
BACA JUGA:10 Sahabat Nabi Muhammad SAW Ini Dijamin Masuk Surga
Maka dengan ketiadaan Shalahuddin dalam berhaji di dunia, Allah gantikan dengan syahidnya yang insyaa Allah mabrur sebelum berhaji.*