Sedangkan Musa ada di puncak kebenaran karena Allah berbicara dengannya tanpa perantara satu makhlukpun.”
Sementara itu, nabi-nabi lain diamanahkan menghadapi kaum yang durhaka kepada keberadaan Allah yang menjadi Tuhannya, sedangkan Musa mendapatkan amanah untuk menghadapi kaum yang tak menghiraukan sama sekali mengenai kehadiran Allah.
Dalam Kitab Jala' Al Afham karya Ibnu Qayyim Al Jauziyyah pun tertulis,
“Allah menulis kisah Musa dalam Al Qur'an, lalu mengulangnya, semakin memperjelasnya, dan demi menghibur Rasulullah dengan kisah-kisah tersebut.”
BACA JUGA:7 Anak Nabi Muhammad SAW, 3 Laki-laki dan 4 Perempuan
Hal itu berarti karena kisah Nabi Musa telah menjadi energi yang bisa menguatkan jiwa Rasul yang sedang menghadapi dua hal yang sama dengan Musa: penguasa yang tiran dan masyarakat yang jahil.
Kalau dalam bahasa zaman sekarang, cerita Nabi Musa lah yang nampak seperti fotokopian dengan ujian yang dihadapi Rasulullah.
Hingga pada suatu hari, Rasulullah mendengar ucapan seseorang yang menyakiti beliau dengan perkataan yang menyakitkan.
Saat menghadapi tantangan yang mengundang emosi itu, Rasulullah bersabda,
BACA JUGA:KISAH SAHABAT NABI: Zubair bin Awwam, Panglima Pemberani Pembela Islam
“Semoga Allah merahmati saudaraku; Musa alaihissalam. Sungguh, dia juga pernah disakiti dengan fitnah yang lebih parah dari ini namun dia tetap bersabar...” (HR Bukhari Muslim)
Tulisan itulah yang sangat bermakna luar biasa yang Allah firmankan di antara bait-bait surat Hud pada ayat-ayat terakhir,
“Dan dari semua kisah rasul-rasul terdahulu, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu..." (QS Hud 120).
Dari ayat itu, Imam Al Junaid rahimahullah mengambil ibrah bahwa sejarah orang-orang shalih merupakan salah satu satu dari banyaknya tentara-tentara Allah untuk menguatkan iman para wali-Nya.*
BACA JUGA:Deretan Batu Akik Paling Diburu Kolektor di Indonesia, Nomor 8 dan 10 Mirip yang Dipakai Nabi