Memiliki beda dengan budaya nenek moyang masyarakat suku Nias.
Suku Nias menganut sistem kasta tingkat, kasta yang paling tinggi dikenal dengan istilah balugu.
Agar bisa mencapai kasta Balugu, seseorang harus merayakan pesat besar-besaran berhari-hari dengan mengundang ribuan.
Meskipun begitu, penduduk di pulau Nias kental akan tradisi perangnya.
BACA JUGA:Unik dan Keren, Ini Lho Rumah Pohon Suku Korowai di Hutan Papua yang Menakjubkan
Sebab, bagi mereka peperangan itu mempunyai harga diri kesukuan.
Di masa lalu para Marga atau desa di kawasan Pulau Nias kerap melakukan peperangan untuk mempertahankan wilayah dan juga kehormatan dari suatu desa atau Marga.
Selain untuk menjaga harga diri Marga atau Desa budaya bertarung yang dilakukan suku Nias juga dimaksudkan untuk menjaga para warga di masa lalu.
Perbudakan kerap terjadi di kawasan Sumatera bagian utara, orang-orang yang berasal dari kawasan Pulau Nias sering ditangkap kemudian dibawa menuju Aceh atau Padang untuk dijual.
BACA JUGA:Mengenal Suku Asli Sumatera Selatan Berdasarkan Daerahnya, Mulai Palembang, Komering Hingga Pesemah
Karena itu demi menjaga keberlangsungan hidup mereka orang-orang di pulau Nias melakukan perlawanan, umumnya mereka mendiami sebuah rumah yang disebut omo sebua merupakan rumah adat yang didirikan tanpa paku dan di desain khusus untuk melindungi mereka yang tinggal di dalamnya agar aman dari serangan lawan.
Ketangguhan para penduduk di wilayah ini membuat Belanda kewalahan kawasan ini juga disebut sebagai neraka bagi Belanda karena kebudayaan bertarungnya yang mengagumkan.
Sekaligus mengerikan bahkan Selama ratusan tahun berada di pulau tersebut Belanda baru mampu menaklukkan Pulau Nias pada tahun 1914.*