Misalnya di Kantor Pertanahan Kota Depok telah menggagas aplikasi Bermata (Berantas Mafia Tanah).
“Aplikasi ini disiapkan untuk menampung aduan masyarakat, temuan yang terjadi di lapangan secara faktual dengan menyertakan dokumen terkait,” jelas Indra Gunawan.
Soal munculnya akuisisi bidang tanah hingga masuk pada ranah hukum atau gugatan, Indra mengatakan ada sejumlah hal yang menjadi faktor pencetusnya. Salah satunya sikap abai terhadap aset tanah itu sendiri.
BACA JUGA:Rezeki Tambahan untuk KPM, Ada BLT Rp400.000 untuk 2 Bulan, Cek Syarat dan Kategori Penerimanya
BACA JUGA:Lansia Beruntung, Bantuan PKH Tahap 4 Rp600.000 Cair di Tanggal Ini, Gunakan KTP untuk Cek Nama Anda
“Kota Depok merupakan ‘zona baper’.
Contoh saja begini, orang-orang yang bekerja di Jakarta memiliki aset tanah di Depok, lalu terkadang mereka tidak mengurusi tanahnya.
Dibiarkan bertahun-tahun dan dianggap sebagai investasi,” kata Indra mencontohkan.
Masyarakat yang memiliki tanah yang telah diakui negara kerap lalai, bahwa ketika sudah diberikan sertifikat maka kewajiban pemilik tanah adalah memelihara dan menguasai secara fisik tanah tersebut.
BACA JUGA:Bantuan Langsung Tunai BPNT Rp400.000 Telah Cair, Penerima Manfaat Diminta Cek Rekening
BACA JUGA:Dobel Berkah, Jokowi Segera Bagikan BLT Rp400.000 dan Beras 10 Kilogram, Ini Cara Dapatnya!
“Yang sering kita temukan, ada tanah yang dibiarkan bertahun-tahun dan tidak dikuasai secara fisik.
Sementara riwayat tanah ada di Kabupaten Bogor (sebelum pemekaran).
Nah, pembiaran ini yang kerap menimbulkan sengketa konflik dan perkara,” jelas Indra Gunawan.
Untuk diketahui, 7 layanan prioritas Kementerian ATR/BPN yakni:
BACA JUGA:Kenduri Konten Kreator 2023, Latih Anak Muda Angkat Potensi Daerah OKI