Akan tetapi, lantaran progres penyelesaian proyek ini harus molor akibat Covid-19, maka kilang minyak ini belum bisa beroperasi sesuai dengan target dan harus terkena denda.
BACA JUGA:5 Jenis Minuman yang Memiliki Manfaat Bagi Kesehatan Jika Dikonsumsi Pada Pagi Hari, Apa Saja ya?
Menurut targetnya, awalnya Migas ini aan beroperasi pada kuartal III tahun 2020 dan harus mundur hingga kuartal III 2021.
Namun sayangnya, megaproyek ini tetap saja molor hingga akhirnya telah rampung dan diresmikan pada November 2023 lalu.
Akibat molornya proyek tersebut, maka perusahaan yang mengelola kilang gas alam cair di Papua Barat ini harus membayar denda mencapai USD 300 juta.
Jika dikonversikan, total besaran denda yang harus dibayarkan mencapai Rp4,45 triliun.
BACA JUGA:KUR BRI 2024 Telah Dibuka, Ini Jenis Produk, Persyaratan dan Suku Bunganya
BACA JUGA:Tidur Panjang Yamaha Byson Berakhir, Kini Bangkit Lagi dengan Teknologi Lebih Modern
Sebenarnya, denda yang harus dibayarkan operator malah mencapai angka USD 700 juta atau Rp10,3 triliun.
Setelah dilakukan proses negoisasi yang panjang, maka denda tersebut berkurang menjadi USD 300 juta atau Rp4,45 triliun.
Dimana yang menjadi operator pada Migas di Teluk Bintuni ini adalah British Petroleum Berau Ltd.
Itulah informasi mengenai kilang migas terbesar di Papua Barat yang harus membayar denda akibat molornya proses penyelesaian proyek. *