Jika terdapat peringatan atau larangan pendakian dari pihak berwenang, penting untuk mematuhi aturan tersebut dan memprioritaskan keselamatan.
BACA JUGA:No Make Up Or Gak, 8 Idol K-POP Ini Tetap Memukau Walau Tanpa Riasan, Ada Idolamu?
BACA JUGA:Heli Canggih Panther HS-1306 TNI AL Misi ke Lebanon, Ini Keunggulannya
Secara geologis, Gunung Agung terbentuk oleh aktivitas subduksi, yaitu ketika lempeng lautan bertemu dengan lempeng benua dan menyebabkan terjadinya aktivitas vulkanik.
Gunung Agung dibentuk oleh aktivitas subduksi di bawah Lempeng Indo-Australia, di mana lempeng ini terus mendorong ke bawah Lempeng Eurasia.
Proses ini melibatkan pencairan batuan pada kedalaman yang cukup dalam, yang kemudian naik ke permukaan sebagai material lava dan gas.
Sejarah letusan Gunung Agung telah tercatat sejak abad ke-19, tetapi yang paling terkenal adalah letusan pada tahun 1963.
BACA JUGA:Mobil Listrik Pertama dari Toyota Segera Rilis! Harga Rp 218 Jutaan dengan Fitur Terbaru
BACA JUGA:Ternyata Ada Candi yang Dipercaya Punya Mata Air Kesembuhan di Magelang, Gak Pecaya? Baca Disini
Letusan ini sangat dahsyat dan menyebabkan kerugian besar baik dalam hal kerusakan fisik maupun korban jiwa.
Letusan tersebut mengeluarkan lava, abu vulkanik, dan awan panas yang melanda wilayah sekitarnya.
Sementara letusan tersebut membuat banyak kerugian, sekaligus juga menciptakan lereng yang subur dan produktif untuk pertanian.
Aktivitas vulkanik Gunung Agung dipantau secara ketat oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Indonesia untuk memantau perubahan tingkat kegiatan gunung berapi.
Setiap adanya peningkatan aktivitas atau potensi meletusnya Gunung Agung, peringatan diberikan kepada masyarakat dan tindakan evakuasi dapat dilakukan jika diperlukan.
Gunung Agung memiliki tempat yang sangat penting dalam budaya dan kehidupan spiritual masyarakat Bali.
Puncak gunung ini dianggap sebagai tempat suci, di mana dewa-dewa dihormati dan pemujaan dilakukan oleh umat Hindu Bali.