Kekerasan OSPEK di Perguruan Tinggi: Antara Tradisi Salah Kaprah dan Pertanggungjawaban Hukum
OSPEK yang disertai kekerasan tidak bisa lagi dianggap sebagai “tradisi” internal kampus, melainkan tindak pidana yang nyata.--Freepik
Artikel berjudul ‘Kekerasan OSPEK di Perguruan Tinggi: Antara Tradisi Salah Kaprah dan Pertanggungjawaban Hukum’ ditulis oleh FX. Hastowo Broto Laksito, S.H, M.H, Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi, Surakarta
BELAKANGAN ini kasus kekerasan dalam kegiatan Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) di Perguruan Tinggi kembali membuka luka lama dunia pendidikan tinggi di Indonesia.
Kegiatan yang seharusnya menjadi sarana pengenalan kampus justru berubah menjadi ajang perploncoan, intimidasi, bahkan kekerasan fisik maupun psikis.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan mendasar : sampai kapan dunia pendidikan menoleransi praktik yang jelas-jelas melanggar hukum dan hak asasi manusia?
Secara hukum, segala bentuk kekerasan dalam ospek dapat dijerat dengan ketentuan pidana.
BACA JUGA:84 Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia Terancam Ditutup, BAN PT: Tersebar di Jawa Barat dan Jakarta
BACA JUGA:Polemik Perguruan Tinggi Akan Diberi Izin Kelola Tambang, Pakar Hukum Bilang Begini
Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan, Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, hingga Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual bisa diterapkan jika ada unsur pelecehan.
Bahkan, apabila kekerasan menimbulkan luka berat atau kematian, pelaku bisa dijerat dengan pasal pidana berat.
Tindak Pidana Nyata
Artinya, OSPEK yang disertai kekerasan tidak bisa lagi dianggap sebagai “tradisi” internal kampus, melainkan tindak pidana yang nyata.
BACA JUGA:Gandeng Perguruan Tinggi hingga Petani, Bukit Asam Kembangkan Inovasi Pertanian Berkelanjutan
Selain aspek pidana, ada pula pertanggungjawaban administratif dan etik.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
