Podcast: Ruang Publik Tanpa Pagar Etika
Artikel berjudul ‘Podcast: Ruang Publik Tanpa Pagar Etika’ ditulis oleh Harry Yogsunandar, S.IP., M.I.Kom, Dosen dan Konsultan -Ist-
Dengan begitu, podcast tidak lagi menjadi ruang bebas nilai, melainkan ruang publik yang bertanggung jawab.
Menjaga Akal Sehat di Era Kebebasan
Kebebasan berekspresi adalah fondasi demokrasi.
Namun kebebasan tanpa tanggung jawab akan melahirkan kekacauan moral.
Pada akhirnya, persoalan podcast bukan hanya soal medium, tetapi soal mindset pelaku dan audiens.
Di tengah derasnya arus digital, kita sering lupa bahwa setiap kata yang diucapkan di ruang publik memiliki konsekuensi sosial.
Kita bisa memanfaatkan podcast sebagai wahana literasi digital, mendidik, memperluas wawasan, ruang dialog lintas generasi, atau bahkan forum resolusi konflik berbasis komunikasi empatik — bukan sekadar konten untuk algoritma.
Karena itu, perlu pendidikan publik tentang etika bermedia baru, baik di tingkat sekolah, kampus, maupun komunitas kreatif.
Jika kesadaran ini tumbuh, maka ruang digital Indonesia bisa menjadi tempat bertukar makna, bukan tempat saling menelanjangi demi viralitas sesaat.
Ruang publik digital membutuhkan tatanan etik baru, bukan untuk membatasi kreativitas, tetapi untuk memastikan bahwa kebebasan berbicara tidak berubah menjadi kekerasan simbolik terhadap orang lain.
Jika podcast telah menjelma menjadi ruang publik baru, maka sudah sepatutnya ia memiliki pagar etik — agar kebebasan tetap menjadi ruang kemanusiaan, bukan arena penghakiman.
Hal ini juga mungkin akan menjadi perdebatan terbuka bagaimana memposisikan Poadcast ini.
Mari kita buka ruang diskusi ini untuk demi menjaga keutuhan semua tanpa ada yang merasa dirugikan.
Salam sehat dan waras berpikir untuk kita semua.
Tentang Penulis
Harry Yogsunandar, S.IP., M.I.Kom, merupakan seorang Dosen dan Konsultan.
Penggiat Fotografi khususnya alam bebas (landscape) dan olahraga alam bebas (out door sport).
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
