Catatan Perjalanan ke Sumatera Selatan dan Jambi (Bagian Kelimabelas)
Oleh Dudy Oskandar Jurnalis dan Peminat Sejarah Sumatera Selatan PIAGAM ini disimpan baik baik dan dilipat menjadi delapan Lama kelamaan patah menurutkan lipatan lipatan itu Huruf hurufnya di sana sini kurang jelas dan tulisannya kurang rapih sehingga untuk kami yang belum biasa akan huruf huruf itu sukar sekali dibaca Dengan susah payah dapat kami baca bahwa kepingan perak itu adalah Layang piyagem dari Sultan Ratu Berbagai perkataan seperti candu maling hutang piutang dan sebagainya memberi kesan bahwa piagam itu mengenai soal keprajaan Waktu tak mengizinkan untuk mencoba membaca seluruhnya sedangkan memotret tidak ada kepastian akan jadi dan membuat rubbing tak mungkin karena huruf hurufnya sangat dangkal maka kami bekerja keras untuk menurun tulisannya seluruhnya Pukul 5 40 kami minta diri diantarkan orang banyak sampai ke tepi sungai di mana kami menyeberang untuk kemudian pulang ke Bangko Di Pauh hujan turun lebat sekali dan di beberapa tempat jalanan sedikit terendam air sehingga berlunpur Tetapi hal ini tidak menjadi rintangan Pukul 7 20 kami tiba di Sarolangun dan setelah makan malam melanjutkan perjalanan Sampai di pesanggrahan Bangko sudah pukul 11 malam Kamis 11 Maret 1954 Kira kira pukul 9 30 kami berangkat menuju Karang Brahi 25 km dari Bangko Dusun ini sendiri mula mula kami lewati saja untuk terus pergi ke Pamenang 35 km dari Bangko di mana kami tiba pukul 10 45 dengan kaki masih gemetar karena hampir tertimpa kecelakaan Di suatu tikungan kami sekonyong konyong berpapasan dengan bus yang tidak mau segera ke pinggir Untuk menghindarkan tubrukan supir kami membanting setir ke kiri masuk alang alang Tidak hanya menerobos alang alang tetapi juga masuk parit sehingga mobil kami miring sekali Dengan ketangkasan dan kecepatan luar biasa Landrover dapat diloncatkan kembali ke tengah jalan Kami selamat Dari Pamenang kami jalan kembali ke Karang Brahi Pak Pasirah dan beberapa orang lain ikut mengantarkan kami sedangkan Kepala Dusun Karang Brahi menjadi penunjuk jalan Mobil kami tinggalkan di tepi jalan dan kami semua menyusup hutan karet yang lebat sekali dan di berbagai tempat sukar di lalui karena lumpur dan air sepanjang kl 2 km Sampai di tepi sungai Merangin yang tebingnya curam dan licin kami naik sampan yang telah tersedia Sampai di tempat prasasti Karang Brahi sudah pukul 12 Batunya terletak di depan mesjid dengan sisinya bertulisan menghadap ke atas Oleh penduduk batu itu masih sangat dihargai dengan tidak dipuja Dikatakan pada kami bahwa mereka berniat untuk menegakkannya kembali Maka kami minta agar ditaruhnya nanti di tempat yang terlindung dari hujan dan panas misalnya di bawah sengkup depan mesjid hal mana disanggupi Pertanyaan kami apakah benar batu itu dipakai untuk tempat cuci kaki sewaktu orang ambil air sembahyang dijawab dengan tidak Ada satu dua orang yang masih ingat bahwa dahulu memang begitu tetapi sekarang sama sekali tidak Adapun huruf hurufnya sebagian besar sudah sangat kabur sehingga sulit sekali dibaca Hanya di sana sini dapat kami baca bagian bagian kalimat yang sama bunyinya dengan prasasti Kotakapur Bangka dari th 686 M Lagipula batunya memperlihatkan retak retak Sumber 1 Amerta 3 Pusat Penelitian Arkeologi Nasional 1985 2 Menyelusuri Sungai Menurut Waktu Penelitian Arkeologi di Sumatera Selatan Jakarta 2006 3 https id wikipedia org wiki Sumatra Selatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: