Wow! Inilah Motif Batik Lahat, Lengkap dengan Maknanya
Motif Batik Lahat yang masuk dalam unsur motif khas Sumatera Selatan-Foto: Alhadi Farid/palpres.com-
PALEMBANG, PALPRES.COM – Motif batik Kabupaten Lahat merupakan salah satu Motif batik khas Sumsel yang dikenalkan pertama kali kepada masyarakat secara luas dalam Pameran Temporer se-Sumatera Selatan yang diselenggarakan Museum Negeri Sumsel, Balaputera Dewa, Rabu 23 November 2022 kemarin.
Motif batik dengan beragam corak dan warna tersebut diambil dari unsur motif Rumah Lunjuk dan burung gagak hitam.
Rumah Lunjuk adalah sebuah rumah dengan tiang satu yang dipergunakan untuk menyimpan pusaka yang terletak di Desa Pagardin Kecamatan Kikim Selatan Kabupaten Lahat.
Rumah ini, dahulunya memiliki tinggi sekitar 9 meter dengan atap dari daun rumbia.
BACA JUGA:Sumsel Resmi Miliki Motif Batik Hasil Eksplorasi Peninggalan Sejarah
Di atas atap, terdapat ornamen burung gagak hitam, tetapi sekarang telah direnovasi dengan mengurangi tingginya, menjadi sekitar 3 meter serta atapnya sudah diganti dengan seng.
Berdasarkan cerita masyarakat setempat, Rumah Lunjuk merupakan tempat istirahat seorang puyang pada waktu-waktu tertentu.
Oleh karena itulah, rumah ini menjadi tempat menyimpan pusaka milik puyang. Rumah bertiang satu ini merujuk kepada makna religius tentang ajaran tauhid yakni Allah SWT. Ketinggian dengan angka sembilan juga merujuk kepada nilai religious keislaman.
Serta merujuk kepada makna kebijaksanaan dan kekokohan karena tiang tersebut berbentuk segi sembilan berfungsi sebagai penyangga yang bersifat kokoh. Secara bijaksana, tiang ini menjadi penopang sendiri bagi bangunan di atasnya.
BACA JUGA:Pameran Temporer se-Sumatera Selatan Resmi Dibuka
Kemudian pada motif isian terdapat buruk gagak hitam. Masyarakat Indonesia, termasuk Sumatera Selatan, melabelkan gagak sebagai burung mistis yang identik dengan mitos “kematian”.
Warna gagak yang identik dengan sesuatu yang gelap, hitam, pun dianggap sebagai wakil dari peristiwa kesedihan. Karena kesedihan dan duka, Seseorang akan menjadi murung jika kedatangan burung gagak hitam.
Namun, kebenaran hal ini belum dapat dibuktikan secara ilmiah, kemungkinan hanya mitos belaka.
Ketika burung gagak ditarik dalam konsepsi Islam maka diketahui bahwa burung ini ternyata adalah burung tertua di bumi yang sudah ada sejak zaman Nabi Adam AS.
BACA JUGA:Telisik Jejak Ritual Agama Masa Prasejarah di Sumatera Selatan
Burung ini adalah burung terpintar yang Allah SWT kirimkan ke bumi untuk diambil pelajarannya oleh manusia.
Di sisi lain, gagak juga merupakan burung yang setia, mirip merpati. Bahkan, burung gagak juga memiliki kepedulian yang sangat tinggi, contohnya jika ada burung yang terluka maka burung gagak tidak akan segan untuk membantu burung yang terluka tersebut.
Oleh sebab itulah, sangat wajar jika burung gagak menjadi ornamen Rumah Lunjuk. Dahulunya, merupakan burung yang dijadikan sebagai pengantar pesan dan pengamat keadaan di sekitarnya.
Gagak memang diciptakan Allah SWT sebagai burung yang cerdas, pemberi contoh, dan penolong. Sehingga, makna simbolik yang dapat dikemukakan dari ornamen burung gagak, yaitu kecerdasan, penolong, dan kesetiaan. Simbol kecerdasan ini, kemudian bersinergi dengan satu tiang bersegi sembilan yang juga mengandung makna sama.
BACA JUGA: Benteng Kuto Besak, Saksi Sejarah dari Masa Ke Masa Kota Palembang
Selanjutnya motif batik khas Lahat dari Ghumah Baghi.
Motif ini diambil dari ukiran tiang di setiap sudut rumah dan ornamen ukiran lis penyangga rumah adat Lahat.
Motif ini merupakan pucuk rebung bersusun tiga yang berada din tiang rumah. Menariknya, motif ini dihiasi sulu-suluran memanjang ke atas, seperti tidak terputus dan bermula pada sulur-suluran yang membentuk persegi panjang.
Motif pucuk rebung memiliki dasar segitiga sama kaki yang melambangkan suatu kekuatan untuk memegang adat istiadat mendidik ahlak mulia dan karakter saling mengormati.
Motif rebung merupakan ragam hias yang tumbuh dan berkembang pesat di Pulau Sumatera, di antaranya Minagkabau, Palembang, Lampung dan Riau.
BACA JUGA:Pemasangan Lift Ampera, Pemerhati Sejarah dan Stakeholder Harus Duduk Bersama
Sulur-suluran memiliki makna filosofis, penghuni rumah akan menjadi Pengayom dan memberikan keteduhan kepada siapa saja di sekitarnya sehingga menjadi pedoman hidup bagi masyarakat.
Jika dihubungkan secara keseluruhan, motif ini memiliki kesesuaian. Pucuk rebung melambangkan kekuatan untuk memegang adat istiadat serta motif sulur-suluran sebagai simbol pengayom bagi orang-orang di sekitarnya.
Untuk ukiran tiang tiap sudut rumah memiliki makna, agar pemilik rumah dapat hidup selaras dengan alam sesuai ajaran Islam.
Sedangkan, ukiran sulur daun yang disusun berjajar memenuhi bagian atas dan bidang hias memiliki makna filosofis bahwa manusia harus selalu bersyukur atas anugerah dari Allah SWT. Pada bagian atas dan bawahnya, dipenuhi ukiran garis lengkung sebagai penghias saja.
BACA JUGA: Peduli Sejarah dan Budaya Sumsel, Mang Dayat Raih Penghargaan di Hari Sumpah Pemuda
Selanjutnya ukiran pada lis penyangga rumah, terdapat motif tumpal. Ormamen ukiran lis penyangga rumah ini, bagian atasnya berbentuk sulur daun perisai tegak menyerupai mahkota sebagai dekorasi atau sebagai penghias bidang.
Motif sulur-suluran berbentuk daun perisai memiliki makna kesuburan. Di harapkan melalui motif ini, pemilik rumah akan diberikan kesejahteraan, jika bertanam maka tanamannya akan subur. Namun, makna lain pemilik rumah akan selalu memiliki keturunan.
Makna kesuburan pada motif sulur-suluran sejalan dengan motif dibawahnya, berupa ulir kangkung yang membentuk lingkaran tidak terputus, saling berhubungan.
Motif ulir kangkung memiliki makna filosofis untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah secara terus menerus.
BACA JUGA:Ratusan Pemuda Kemah di IKN, Jonni: Sejarah Pemuda Indonesia
Berdasarkan kedua bentuk ukiran tersebut, memiliki makna jika penghuni rumah selalu menjaga terus menerus keimanan dan ketaqwaan maka akan berdampak kepada kesejahteraannya, baik dalam hal keberlangsungan genelogis maupun rezeki.
Motif ini merulakan motif khas melayu yang berkembang setelah islam masuk.
Kedua motif di atas diambil dan dikemas hingga menjadi motif oleh Tim survei lapangan Museum Negeri Sumsel yang di pimpin langsung Kepala UPTD Museum Negeri Sumsel, H Chandra Amprayadi dan resmi di lauching oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra Sumsel, H Edward Chandra, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Sumsel Dr H Aufa Syahrizal, Sp MSc, Kepala UPTD Museum Negeri Sumsel dan para penggiat budaya lainnya.
BACA JUGA: 4 Fakta Mengenai Jumputan, Kain Bermotif Cantik Khas Palembang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: palpres.com