Wajib Diketahui! Inilah 5 Tradisi Adat di Sumsel Yang Hampir Punah
Tradisi Ngobeng merupakan sebuah tradisi warisan Kesultanan Palembang Darussalam yang memiliki nilai flosofis yang tinggi kini terhempas oleh akulturasi budaya.-Alhadi Farid-palpres.com
PALEMBANG, PALPRES.COM – Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi adat dan istiadat yang menjadi ciri khas daerah tersebut, salah satunya Sumatera Selatan.
Di Sumsel sendiri, banyak sekali tradisi adat istiadat yang unik dan beragam yang di wariskan oleh nenek monyang untuk dilestarikan.
Namun, seiring perkembangannya zaman, tradisi tersebut mulai tergerus dan terlupakan bahkan hampir punah.
Oleh sebab itulah, para generasi muda perlu mengetahui dan mengenali lebih dalam tradisi di Sumsel, sehingga dapat melestarikan adat dan budaya tersebut.
BACA JUGA: Penting, Ini 5 Suku di Sumatera Selatan yang Kalian Wajib Tahu
Karena tradisi adat dan budaya di Sumsel memiliki tradisi yang beragam dan unik, sehingga dapat dijadikan pemikat bagi wisatawan. Tradisi adat ini, juga bisa dijadikan sebagai wisata budaya yang ada di Sumatera Selatan.
Untuk itulah, berikut 5 tradisi adat di Sumatera Selatan yang wajib kalian ketahui, yang dikutip dari berbagai sumber:
1. Tradisi Ngobeng
Tradisi Ngobeng telah ada sejak masa Kesultanan Palembang Darussalam. Tradisi ini adalah tradisi Islam karena sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW yaitu makan bersama duduk bersila dan makan menggunakan tangan secara langsung.
Ngobeng adalah sebuah tradisi warisan Kesultanan Palembang Darussalam yang memiliki nilai flosofis yang tinggi kini terhempas oleh akulturasi budaya.
BACA JUGA:Asal usul Permainan Tradisional Cuki, Hanya Dimainkan Kaum Bangsawan?
Sehingga banyak dari masyarakat Palembang, khususnya di kalangan anak muda masih merasa asing dengan tradisi ini.
Ngobeng adalah salah satu tradisi kental masyarakat Palembang dalam menjalani kebersamaan, tradisi ini biasa dilakukan pada saat ada acara sedekahan (kendurian), pernikahan dan lain sebagainya.
Tradisi ngobeng merupakan tradisi turun temurun yang memiliki nilai- nilai kearifan yang masih relevan untuk dilestarikan oleh masyarakat saat ini. Di antara nilai-nilai yang terkandung dari tradisi ngobeng antara lain: nilai kebersamaan, gotong- royong, dan hormat menghormati.
Tradisi ngobeng masih sangat relevan untuk dilestarikan, hal ini dikarenakan dalam tradisi ngobeng terdapat nilai-nilai kearifan yang bernilai positif dalam menghadapi isu problematika yang berkembang saat ini.
BACA JUGA:Rebo Kasan, Tradisi Makan di Tepian Sungai
2. Sedekah Serambi
Suku Lintang di Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan memiliki tradisi unik dalam memenuhi nazar, yakni dengan mengadakan Sedekah Serabi.
Dalam pelaksanaan tradisi ini, prosesnya sama seperti kenduri yang berisi doa-doa.
Masyarakat menyebutnya Sedekah Serabi karena pelaksanaan kenduri atau sedekahan tersebut mengutamakan serabi sebagai makanan utamanya, dengan makanan pendamping berupa pisang goreng, kerupuk ubi merah, bolu, agar-agar, dan kecepol (sejenis roti goreng) kadang ada Gonjing.
Sedekah Serabi diyakini sudah ada sejak zaman nenek moyang Suku Lintang, jauh sebelum agama Islam berkembang dan menjadi mayoritas pemeluk di Kabupaten Empat Lawang.
BACA JUGA:Tradisi Arakan Pengantin Sunat di Lubuklinggau Sulit Ditemui
3. Bebehas
Bebehas merupakan tradisi yang dahulu kerap dilakukan oleh masyarakat pedesaan di Kabupaten Muara Enim. Tradisi Bebehas dahulu dilakukan manakala suatu keluarga akan mengadakan hajat, seperti ingin menikahkan putra putrinya atau yang biasa disebut dengan ngantenkan.
Tradisi Bebehas hanya dilakukan oleh para ibu dan remaja putri. Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bergotong-royong.
Secara umum, tradisi Bebehas dibagi menjadi beberapa tahap, untuk tahap awal dilakukan dengan mulai memisahkan padi pada tangkainya atau yang masyarakat Muara Enim menyebutnya dengan mengirik. Setelah padi dipisahkan dari tangkainya, biji padi tersebut kemudian dijemur, tahap ini dinamakan dengan mengisal.
Padi yang sudah dijemur kemudian masuk ke tahap selanjutnya, yaitu ditumbuk dengan menggunakan lesung. Proses ini dilakukan untuk memisahkan bulir padi dengan kulitnya.
BACA JUGA:Tradisi Masang Genting di Desa Bangun Jaya Tanjung Batu Ogan Ilir, Begini Penampakannya
Setelah bulir padi terkelupas, barulah dilakukan tahap menampikan biji padi ke dalam alat yang terbuat dari balok kayu yang oleh masyarakat Muara Enim disebut dengan isaram.
Tahapan terakhir dari tradisi Bebehas adalah membawa hasil panen padi ke tempat tuan rumah yang akan mengadakan hajat. Sebagai ungkapan terima kasih, si empunya hajat akan memberikan oleh-oleh berupa bakul yang berisi berbagai bahan makanan, seperti gula, kopi, dan minyak goreng.
Berbagai tahapan dalam tradisi Bebehas tersebut dilakukan secara bergotong-royong, dan dilaksanakan tentu dengan suasana suka cita dan ikhlas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: