Honda

Bocah Main Korek Api Sebabkan Gedung Riset Center Politeknik Sriwijaya Terbakar, Ini Kata Pengamat Hukum

Bocah Main Korek Api Sebabkan Gedung Riset Center Politeknik Sriwijaya Terbakar, Ini Kata Pengamat Hukum

Pengamat Hukum, Achmad Azhari SH dan para stafnya.-Kurniawan-palpres.com

PALEMBANG, PALPRES.COMGedung Riset Center Politeknik Sriwijaya (Polsri) PALEMBANG, Selasa 10 Januari 2023, sekitar pukul 09.00 WIB, terbakar.

Diduga pelakunya adalah dua anak kecil berusia 9 dan 10 tahun, yang bermain korek api di dalam gedung tersebut.

Saat ini kasus tersebut telah ditangani  pihak  kepolisian, yang diback up Polrestabes Palembang.

Dengan diduga pelaku masih anak-anak, bagaimana status hukum kasus tersebut?

BACA JUGA:Pemilik Kartu BPJS Kesehatan Bisa Dapat Cuan dari PKH Rp2.400.000, Simak Caranya Disini!

Menurut Pengamat Hukum, Achmad Azhari SH, dalam kasus tersebut setidaknya dia melihat ada beberapa Pasal KUHP, yaitu Pasal 187, Pasal 188, 189 dan Pasal 359 KUHP.

Untuk pasal 187 KUHP, dia menerangkan, tertulis barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan  tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang.

Atau dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain.

Bisa juga  dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama  dua puluh tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati.

BACA JUGA:Pemilik Kartu BPJS Ketenagakerjaan Bakal Dapat DANA Rp600.000 dari BSU Cair Januari 2023, Cek Faktanya

“Kemudian untuk Pasal 188 KUHP yang mengatur mengenai kebakaran karena keterlambatan.

Dalam pasal ini kita melihat bila adanya kesalahan yang menyebabkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,” jelas dia.

Namun dengan catatan, bila karena perbuatan itu menimbulkan bahaya umum bagi barang, bila karena perbuatan itu menimbulkan bahaya bagi nyawa rang lain, atau bila perbuatan itu mengakibatkan orang mati.

Dirinya menjelaskan, untuk Pasal 189 KUHP juga bisa diterapkan dengan bunyi barang siapa pada waktu ada atau akan ada kebakaran, dengan sengaja dan melawan hukum menyembunyikan atau membikin tak dapat dipakai alat- alat pemadam api, atau dengan cara apa pun merintangi atau  menghalang-halangi pekerjaan memadamkan api, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

BACA JUGA:CATAT! Begini Caranya Agar Pemilik KIS Bisa Dapat Dana BSU Rp600.000

Selanjutnya Pasal 359 KUHP yang mengatur mengenai kegagalan yang mengakibatkan kematian. 

“Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain meninggal, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun,” paparnya.

Dalam Pasal 188 KUHP, kematian seseorang disebabkan oleh kebakaran yang terjadi akibat perbuatan pelaku yang lalai. 

Sementara dalam Pasal 359 KUHP, kematian seseorang disebabkan oleh lalainya si pelaku untuk melakukan suatu kewajibannya, sehingga menyebabkan kematian karena kebakaran, namun terjadinya kebakaran tersebut bukanlah akibat dari perbuatan pelaku.

BACA JUGA:6 Sekolah Dasar Terbaik di Palembang, Daftar Sekarang Dapat Diskon Biaya Masuk untuk Tahun Ajaran 2023/2024

“Untuk perkara ini, kita tunggu hasil penyelidikan dari pihak kepolisian yang harus memeriksa semua orang yang bertanggung jawab, mulai dari pengelola gedung, alat-alat pemadaman kebakaran dalam gedung, pihak keamanan juga patut diperiksa,” aku dia.

Lanjut di mengatakan, bahwa anak kecil bisa masuk ke dalam gedung dan memainkan korek api, ini semua pihak harus dilakukan pemeriksaan secara kredibel, transparan dan bertanggung jawab. 

Berdasarkan hasil penyelidikan awal didapatkan diduga pelaku kebakaran gedung adalah dua orang anak berusia 10 dan 9 tahun.  

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1 angka 1 mengatakan, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun (delapan belas) tahun.

BACA JUGA:Kembali Dibuka, Begini Cara Daftar Kartu Prakerja 2023 Biar Dapat Bantuan Rp4.200.000

Termasuk anak yang masih dalam kandungan. 

Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam pasal 1 disebutkan angka 2, anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi tindak pidana anak, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

Kemudian pada angka 3, anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, namun belum berumur 18 (delapan belas) yang diduga melakukan tindak pidana.

Undang-Undang yang digunakan dalam hal pidana anak adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). 

BACA JUGA: 5 Artis Cantik Ini Berasal dari Bangka Belitung, Nomor 4 Dikenal Sebagai Penyanyi Top

Dalam hal pidana anak dikenal dengan istilah diversi yaitu penawaran penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. 

Diversi dapat dilakukan atas persetujuan korban dan ancaman pidananya dibawah tujuh tahun, dan bukan merupakan pengulangan pidana (UU SPPA pasal 7 ayat 2.

“Tetapi kita menilai bila korban tidak meminta diversi maka proses hukumnya akan terus berlanjut. 

Hasil Kesepakatan Diversi dapat berbentuk (pasal 11,red),” ungkapnya.

BACA JUGA:Ini 4 Daerah Terkaya di Provinsi Bangka Belitung

Dimana perdamaian dengan atau tanpa ganti rugi, penyerahan kembali kepada orang tua/wali, keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama tiga bulan atau pelayanan masyarakat. 

Kemudian pasal 20 disebutkan dalam hal tindak pidana dilakukan oleh anak sebelum genap berumur 18 tahun dan diajukan ke sidang pengadilan, setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 tahun, tetapi belum mencapai umur 21 tahun, anak tetap diajukan ke sidang anak. 

Untuk pasal 21 ayat 1 dijelaskan bahwa dalam hal Anak belum berumur 12 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk menyerahkan kembali kepada orang tua/wali atau mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembinaan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama enam bulan. 

Dalam pasal 32 juga menjelaskan bahwa tersingkir terhadap anak tidak dapat dilakukan dalam hal anak memperoleh jaminan dari orang tua/wali dan atau lembaga bahwa anak tidak melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak bukti barang, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana. 

BACA JUGA:Ini 4 Ciri Data Kartu Keluarga yang Bikin Kamu Tidak Dapat Dana PKH Rp3.000.000, Update Sekarang!

“Kita menilai penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat, anak telah berumur 14 tahun atau lebih dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara tujuh tahun atau lebih,” bebernya.

Seperti itu juga di pasal 69 ayat 1 menjelaskan bahwa anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). 

Kemudian pada ayat 2 menjelaskan bahwa anak yang belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan. 

Dirinya menuturkan, untuk pasal 70 menjelaskan bahwa perbuatan ringannya, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau menjatuhkan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan. 

BACA JUGA:Tak Perlu Repot, Peserta KIS Cukup Ada KTP Bisa Dapat Dana Bansos PKH Rp3.000.000 dari Pemerintah

“Dari beberapa pasal itulah, kami ambil beberapa kesimpulan usia anak, berat ringannya perbuatan melawan hukum dapat dijadikan pertimbangan bahwa anak tersebut dipidana atau tidak,” tuturnya.

Kasus anak, lanjut dia, biasanya bisa diselesaikan dengan Diversi terlebih dahulu, tetapi juga melihat ancaman hukumannya kalau menurut UU SPPA ancaman hukumannya dibawah tujuh tahun. 

Mengingat usia anak tersebut berusia 10 dan 9 tahun, sehingga anak tersebut tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban pidananya.  *   

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: palpres.com