Oleh Dudy Oskandar
(Jurnalis dan Peminat Sejarah Sumatera Selatan)
SEKEDAR untuk memberi harapan, kemungkinan diadakannya plebiscite menurut perjanjian Renville itu sajalah yang dapat disarankan kepada rakyat, atau istilah masa itu yang berasal dari Presiden : dari suara meriam, kesuara rakyat.
Sejak perjanjian Renville ditanda tangani dan diumumkan, pada umumnya kembalilah gejala yang nampak dimasa perjanjian Linggarjati, kelalaian untuk menyusun dan memperkuat diri sebaik-baiknya.
Di Pihak Belanda sebaliknya terus giat memperkuat kedudukannya. Dengan secara licik dan cerdik diadakanlah oleh Belanda apa yang dinamakan dewan perwakilan dengan persiapan pembentukan negara boneka.
Dengan mempergunakan resolusi dewan boneka itu dibentuklah negara Sumatera Selatan dan A. Malik dipilih sebagai wali negaranya.
BACA JUGA:Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Ketiga)
Dengan apapun juga alasan, kenyataan adalah sejumlah besar tenaga bangsa kita dikalangan Pemerintahan dapat dikerjakan oleh Recomba menjadi alat negara boneka.
Dengan segala usaha pula seluruh aparaat negara boneka itu dikerahkan untuk memusuhi dan memaki Republik Indonesia. dengan partai yang katanya Partai Rakyat (Para), dengan surat kabar, dengan radio dan sebagainya.
Alhasil buat yang tidak punya pengertian tentang perjuangan kemerdekaan.
Seolah-olah akan tamatlah sudah cerita Republik Indonesia, infiltrasi kedaerah Republik Indonesia tentu saja dengan segala macam cara dilakukan.
BACA JUGA: Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Kedua)
Tetapi sebaliknya, dari pihak Republik Indonesia pun dengan segala macam cara pula dilakukan kontra infiltrasi.
Negara boneka Sumatera Selatan berdiri, disamping segala daerah dan negara boneka lainnja yang telah dan akan dibangunkan oleh Belanda.
Dari pihak Republik Indonesua. keluarlah Undang-undang No. 10 tahun 1948 (April), yang menentukan Sumatera dibagi menjadi 3 Propinsi, dengan pimpinan Komisaris Pemerintah Pusat di Bukit Tinggi, yang bertugas untuk menyiapkan pembentukan daerah otonomi.
Dengan kunjungan Presiden di bulan Juni 1948 dilantiklah Komisaris Pemerintah Pusat itu dan dalam kunjungannya kedaerah Sumatera Selatan, dilantiklah pula Dr. M. Isa menjadi Gubernur Sumatera Selatan, dengan kedudukan di Curup.
Dewan Propinsi Sumatera Selatan ditetapkan adanya disamping Gubernur.