Meskipun kedua cerita ini tidak terlalu penting bagi studi bahasa Lampung seperti yang saya bayangkan
sebelumnya, namun saya percaya kedua cerita ini bisa menarik perhatian sehubungan dengan kamus bahasa Jawa dan Melayu.
Saya tidak berani menyatakan bahwa bahasa yang unik itu mungkin pernah menjadi tren di Sumatera, karena saya tidak berhasil memperoleh keterangan tentang hal itu.
BACA JUGA:Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Keempat)
Tidak adanya waktu untuk menyalin cerita-cerita seperti itu dan mengetahui bahwa pemiliknya tidak akan menjual tulisan itu, maka saya mengusulkan kepada Direksi Genootschap untuk – dengan bantuan pemerintah – membuat salinan dari semua cerita yang beredar di sini; karena bisa diramalkan bahwa tidak ada yang tersisa dari manuskrip seperti itu dalam waktu beberapa tahun ke depan.
Selain itu dikatakan bahwa di sini beredar kitab undang-undang, yang disebut dengan Kuntara; meskipun saya sudah berusaha semaksimal mungkin, namun saya belum berhasil mendapatkannya satu pun juga.
Ada baiknya juga untuk membuat salinan dari kitab undang-undang ini. Bahwa kitab undang-undang ini juga terdapat di Kroë, di bawah Bengkulu, tampak dari beberapa potongan yang disebutkan dalam karya yang saya publikasikan – atas biaya Tuan Sloet van de Beele – tentang bahasa Lampung.
Saya harap dalam waktu dekat ini saya bisa mengirimkan tulisan tentang bahasa Lampung kepada direksi.
Saat ini masih banyak yang harus saya lakukan dengan pengumpulan kata dan bentuk-bentuk tata bahasa untuk menyusun sesuatu buat Majalah Genootschap.
BACA JUGA: Surat-Surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Ketiga)
Bersama ini saya lampirkan esai pendek tentang bahasa Lampung dan dialeknya, di mana direksi bisa melihat bahwa saat ini saya sibuk sekali dan apabila waktu yang telah diberikan kepada saya tidak diperpanjang, maka saya hanya bisa menghasilkan sedikit sekali; luasnya daerah di mana orang-orang berbahasa Lampung tinggal menjadi kendala besar.
Saya tidak keberatan apabila Direksi hendak menerbitkan daftar terlampir sebagai Esai uji coba tentang perbedaan antara dialek Lampung.
Saya setuju untuk secepat mungkin menarik perhatian umum, karena saya berpendapat bahwa setiap orang bisa memberikan sesuatu yang bermanfaat bahkan hanya dengan menyampaikan sesuatu yang tidak signifikan, yang membahas tentang bahasa-bahasa yang masih asing di kepulauan ini.
H.N. van der Tuuk
BACA JUGA: Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Kedua)
Dengan satu lampiran dan satu manuskrip dalam bahasa Melayu.
(1) Perempuan-perempuan ini diculik oleh sang pahlawan, Anak Dalom. Mereka bernama Putri Pandam dan Si Rambut Panjang.