Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Kesebelas)

Jumat 22-07-2022,13:02 WIB
Reporter : Dudy Oskandar
Editor : Tom

Jika ingatan saya tidak salah, Crawfurd adalah satu-satunya orang yang memperkenalkan aksara Kerinci dan memperlihatkan kepada kita aksara yang persamaannya sangat kuat dengan aksara Batak, Lampung dan Rejang, yang persamaan antara ka dan ga sangat kental.

Karya dalam bahasa Melayu yang saya lampirkan di sini adalah Kitab Bustanul-katibin lissubyani-‘lmoeta’alamin (buku Taman para penulis buat kaum muda yang ingin belajar menulis).

Jika saya tidak menghabiskan waktu saya untuk mempelajari bahasa yang sama sekali asing, maka saya ingin membuat laporan yang terperinci tentang buku ini.

Saya kirimkan kepada Direksi dengan harapan bahwa pihak Direksi mau menyerahkan karya ini kepada seorang ahli, sehingga muncul titik terang tentang beberapa hal dalam ejaan bahasa Melayu yang hingga kini masih diperdebatkan.

BACA JUGA: Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Ketujuh)

Manuskrip ini milik Tuan J. Young, Sekretaris Residen.

Ia telah berbaik hati memberikan karya itu kepada saya untuk diserahkan kepada Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.

Mengenai pertanyaan tentang karya-karya sastra Lampung, saya mendengar antara lain bahwa di sini tengah beredar cerita-cerita Melayu ditulis dengan aksara Lampung.

Namun tidak ada yang bisa ditunjukkan kepada saya kecuali potongan manuskrip.

BACA JUGA: Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Keenam)

Sementara itu saya mendengar bahwa ada manuskrip lengkap di Katimbang (bagian Ampat Marga).

Berkat perantara Tuan D.W. Schiff, Residen daerah Lampung,6 saya berhasil membaca dengan baik dua manuskrip yang berisikan cerita-cerita seperti itu.

Cerita satu yang mengisahkan tentang perang antara Patani dan Bengkulu akibat penculikan dua orang putri (1), berjudul Carita Anak Dalom.

Cerita satunya lagi adalah Carita Si Dayang Rindu,8 dan berisikan cerita semacam itu juga.

BACA JUGA:Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Kelima)

Bahasa yang digunakan untuk penulisan kedua cerita itu, harus diteliti lebih lanjut, karena tampak seperti campuran antara bahasa Jawa dan Melayu dengan di sana sini disisipkan sebuah kata dalam bahasa Lampung atau yang disebut juga dengan Lampongisme.

Kategori :