PALEMBANG, PALPRES.COM - Mengaku dizolimi dan dikriminalisasi dalam kasus yang dialaminya, Eks Calon Walikota Palembang, Mularis Djahri meminta keadilan kepada Presiden Jokowi Widodo agar kasus dan penahanan terhadapnya dihentikan.
Hal ini dikatakan oleh kuasa hukumnya, Alex Noven. "Atas penetapan klien kita yang tidak sesuai dengan tuduhan melanggar undang undang Nomor 39 tahun 2014 serta perkebunan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yang dilaporkan PT LPI," ujarnya, Rabu (10/8).
Dirinya menjelaskan, bahwa laporan tersebut merupakan model A yang berarti polisi yang melaporkannya, sedangkan untuk informasi yang didapatkan bahwa LPI yang melaporkan lahannya di serobot, padahal tidak seperti itu.
"Dari hal itulah kita meminta keadilan dan bantuan dari bapak Presiden Jokowi, klien kita sudah sekitar dua bulan lebih atau 65 hari ditahan," katanya.
Bahkan, kata Noven, anak pertamanya Hendra Saputra juga ikut di tetapkan jadi tersangka kemudian juga ditahan Ditreskrimsus Polda Sumsel dalam kasus serupa.
Dalam hal ini, polisi menjerat Mularis menggunakan Undang-undang tentang perkebunan terkait lahan PT LPI yang diduga diserobot. Akan tetapi, menurutnya yang tidak masuk akal hingga saat ini dari PT LPI sendiri tidak ada laporannya.
"Artinya tidak ada masalah, oleh sebab itu klien kami merasa di kriminalisasi dan terzolimi di tambah lagi anaknya yang tua Hendra Saputra juga ikut di tangkap," imbuhnya.
Lanjut dia mengatakan, kalau memang kepemilikan lahan ini merupakan masalahnya harusnya masuk dalam kasus perdata bukan seperti saat ini.
"Akibat kasus ini ribuan karyawan klien kita terancam PHK karena uang operasional perusahaan Rp 10 miliar telah di sita polisi sebagai barang bukti," bebernya.
Terkait kerugian Negara mencapai Rp 700 miliar yang disampaikan polisi dalam Press rilis beberapa waktu lalu, menurut Noven itu dasarnya Apa. Kalau soal pajak, selama ini perusahaan kliennya taat membayar pajak.
"Kerugian negara yang katanya Rp 700 miliar itu dasar apa coba, atas audit BPK kah atau audit dari mana dan auditnya juga atas permintaan siapa itu yang kita pertanyakan hingga saat ini," jelas dia.
Ia merasa yakin, kasus ini banyak kejanggalan dari awalnya, salah satunya kasus perkebunan bersamaan dengan TPPU, mestinya pidana dahulu jika sudah ada kekuatan hukum baru menyusul kasus pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Oleh karena banyak.keanehan dan kejanggalan kami mengirim surat terbuka kepada presiden Joko Widodo agar Mularis Djahri mendapat perlakuan yang adil dengan memerintahkan Kapolri dan Kajagung menghentikan proses hukum ini sebab masalah yang di sangkakan adalah perdata," tutupnya. KUR