JAKARTA, PALPRES.COM – Pegiat media sosial dan aktivis kesehatan, dokter Tirta Mandira Hudhi menyoroti penggunaan gas air mata dari aparat saat berusaha menenangkan massa dalam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang.
Usai pertandingan Arema FC versus Persebaya Surabaya yang berujung kekalahan Arema, kerusuhan pecah di Stadion Kanjuruhan, Sabtu, 1 Oktober 2022 malam.
Suporter Arema yang kecewa tim kesayangannya kalah, menyerbu lapangan hijau begitu peluit panjang tanda pertandingan usai dibunyikan wasit.
Suporter tuan rumah mengejar para pemain Persebaya dan ofisial.
BACA JUGA: Korban Berjatuhan, Ini Kronologis Rusuh di Stadion Kanjuruhan Malang
Melihat hal ini, polisi menembakkan gas air mata dengan maksud mengurai massa.
Namun yang terjadi kemudian, gas air mata itu justru memicu kerusuhan semakin besar.
Para suporter berebut keluar stadion, hingga banyak yang terinjak-injak dan tewas.
Penggunaan gas air mata sebetulnya juga berbahaya, karena bisa memicu terjadinya Hipoksia.
BACA JUGA:Stadion Kanjuruhan Rusuh, 127 Tewas, Termasuk 2 Polisi
Hipoksia adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh kurangnya oksigen dalam sel dan jaringan tubuh, sehingga fungsi normalnya mengalami gangguan.
Ini adalah kondisi berbahaya karena dapat mengganggu fungsi otak, hati, dan organ lainnya.
Hipoksia terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebabnya. Hal itu dibenarkan oleh dr Tirta.
Menurutnya, jumlah korban yang begitu banyak, diduga disebabkan terjadinya Hipoksia yang mengakibatkan kematian.
BACA JUGA:127 Orang Tewas dalam Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang