Bukan Jualan Politik, Bansos Sebagai Belanja Wajib Ditujukan untuk Mengendalikan Inflasi di Daerah

Minggu 06-11-2022,10:25 WIB
Reporter : Iqbal DJ
Editor : Iqbal DJ

APBN hadir di masyarakat melalui belanja negara.

“Pemerintah terus mewaspadai dan menerapkan disiplin fiskal dalam menjaga APBN agar tetap menjadi shock absorber, sehat, dan kokoh dalam menghadapi semua ancaman dan risiko,” tutur Lidya Kurniawati Christyana. 

Untuk realisasi belanja negara pada periode September 2022 mencapai Rp27,92 triliun atau 65,57% dari pagu yang ditetapkan. 

Menurut Lidya Kurniawati Christyana, belanja negara ini digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, serta mencapai stabilitas perekonomian di Sumsel.

Melalui belanja negara pula, APBN sebagai shock absorber berupaya menjangkau dan melindungi seluruh masyarakat dan mendorong pemulihan ekonomi.

“Belanja negara di Sumsel terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp7,59 triliun dan belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp16,32 triliun,” beber Lidya.

Salah satu jenis belanja pemerintah pusat ini adalah belanja pegawai. 

Belanja pegawai adalah kompensasi yang diberikan kepada pegawai pemerintah baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang, termasuk gaji.

Belanja ini mendorong pegawai Kementerian dan Lembaga menghasilkan kinerja dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Sampai dengan 30 September 2022 realisasi belanja pegawai ini di Sumsel adalah sebesar Rp3,90 triliun.

Selain belanja pegawai sambung Lidya, realisasi belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja barang Rp3,28 triliun, belanja modal Rp1,54 triliun, dan belanja sosial Rp15,54 milyar.

Sementara belanja Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) Rp3,96 triliun, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp9,53 triliun, dan Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) Rp768,66 miliar.

Lalu Dana Insentif Daerah (DID) Rp115,21 miliar, DAK non Fisik Rp2,84 triliun, dan Dana Desa Rp1,96 triliun. 

Tekanan inflasi tinggi mendorong pengetatan kebijakan moneter di banyak negara.

“Hal ini mendorong kenaikan suku bunga di banyak negara serta berpotensi meningkatkan cost of fund dan lebih ketatnya likuiditas global,” tutup Lidya. (*)

Kategori :