9 Organisasi Profesi Kesehatan Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law

Minggu 13-11-2022,13:39 WIB
Reporter : Kurniawan
Editor : Ella Twit

PALEMBANG, PALPRES.COM- Sebanyak 9 organisasi profesi kesehatan di Sumatera Selatan (Sumsel) menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law dan meminta dikeluarkannya RUU kesehatan tersebut dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR RI tahun 2023.

Hal ini dikatakan oleh Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumsel, Dr Abla Ghanie Sp THT BKL (K.Otol) FICS didampingi Ketua DPW PPNI Sumsel, Subhan Haikal SKM MSi kepada wartawan disela-sela press release, Sabtu 12 November 2022.

Dirinya mengatakan, bahwa ada sembilan organisasi profesi kesehatan di Sumsel menolak RUU Kesehatan Omnibus Law yakni IDI Sumsel, PPNI Sumsel, PD IBI Sumsel, PD IAI Sumsel, PD IFI Sumsel, DPW Patelki Sumsel, PTGMI Sumsel, Pengwil PDGI Sumsel, IROPIN Wilayah Sumsel.

"Untuk itu kami menolak dan meminta dikeluarkannya RUU kesehatan tersebut dari Prolegnas Prioritas DPR RI tahun 2023," katanya. Dirinya menjelaskan, bahwa kesehatan merupakan hak setiap warga negara menjadi hak universal di dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) tahun 1948 dan hak yang dilindungi serta diamanahkan oleh Konstitusi Negara UUD RI tahun 1945.

BACA JUGA:Pengobatan Anak Speech Delay dengan BPJS Kesehatan, Begini Prosedur yang Harus Ditempuh

Situasi pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran dan peringatan kepada semua pihak bahwa permasalahan kesehatan tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah, kolaborasi dan sinergisitas semua pemangku kesehatan harus dikedepankan untuk memperbaiki sistem kesehatan saat ini dan di masa depan.

Sehubungan dengan penetapan Prolegnas Prioritas oleh DPR RI dimana salah satu RUU yang menjadi agenda pembahasan adalah RUU Kesehatan (Omnibus Law), kami Organisasi Profesi Kesehatan yang telah diakui dan menjalankan fungsi serta peran berdasarkan amanah di beberapa Undang-Undang lex specialis bidang kesehatan (a.l UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No.36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan, UU No.4 tahun 2019 tentang Kebidanan).

Untuk itulah lanjut dia mengatakan, pihaknya bersama organisasi profesi kesehatan lainnya menyatakan sikap menolak hal itu, karena kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat.

"Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya seperti kita, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga," aku dia.

BACA JUGA:Tenaga Kesehatan di Kabupaten OKU Kecewa, Penyebabnya Hal Ini

Sehingga keberadaan organisasi profesi beserta seluruh perangkatnya yang memiliki kewenangan dalam menetapkan kompetensi profesi kesehatan, seharusnya tetap dilibatkan oleh pemerintah dalam merekomendasikan praktik keprofesian di suatu wilayah.

Sementara itu, hal paling urgent yang saat ini harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki sistem kesehatan yang secara komprehensif berawal dari pendidikan hingga ke pelayanan. 

Sekian banyak tantangan seperti persoalan penyakit-penyakit yang belum tuntas diatasi (misal TBC, gizi buruk, kematian ibu-anak/KIA, penyakit-penyakit triple burden yang memerlukan pembiayaan besar), pembiayaan kesehatan melalui sistem JKN.

"Dan pengelolaan data kesehatan di era kemajuan teknologi serta rentannya kejahatan siber, haruslah kita hadapi dengan melibatkan stakeholder dan masyarakat," aku dia.

Pada 2016 WHO menerbitkan dokumen Global Strategy on Human Resources for Health Workforce 2030 sebagai acuan bagi pembuat kebijakan negara-negara anggota dalam merumuskan kebijakan tenaga kesehatan. 

Kategori :