Kedua, hasil produksi sirup obat jadi tidak diperiksa untuk kandungan EG/DEG karena selama ini belum ada standar di dunia untuk pemeriksaan EG/DEG pada Produk Jadi Obat.
Tirto menegaskan bahwa problem pencemaran sirup adalah kombinasi dua hal dari isu pemalsuan pelarut dan tidak adanya metode pemeriksaan EG/DEG pada obat jadi sirup, dan bukan isu adanya problem sistemik pada sistem produksi industri farmasi atau sistem pengawasan BPOM yang sudah sangat ketat.
“Hal ini terbukti dari data yang ada bahwa hanya 5% dari ragam obat sirup yang sempat beredar yang tercemar, dan hanya kurang dari 2% dari total obat yang beredar yang tercemar, sedangkan >94% obat sirup lainnya layak dikonsumsi yang membuktikan bahwa kasus cemaran sirup adalah sebuah insiden dan bukan sistemik mayoritas,” beber Tirto.
Berdasarkan semua fakta tersebut sambung Tirto, maka GP Farmasi Indonesia telah mengambil berbagai upaya strategis dalam mendukung langkah-langkah Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes), untuk menghentikan sementara semua penjualan dan penggunaan obat sediaan sirup sebagai bentuk kehati-hatian terkait tingginya kasus AKI/GGAPA di Indonesia pada Oktober lalu.
“GP Farmasi Indonesia turut menghimbau seluruh Industri Farmasi, khususnya yang tergabung dalam asosiasi kami, untuk segera melakukan pengujian ulang terhadap item obat sirup dan melaporkan hasilnya kepada BPOM untuk diverifikasi, sesuai dengan Surat Edaran BPOM tanggal 18 Oktober 2022,” ujar Tirto.
Menurut data per 15 Desember 2022, dari sekitar 2.400 item obat sirup yang diuji, 335 item obat sirup telah dinyatakan oleh BPOM aman dan layak konsumsi.
Berdasarkan fakta belum adanya panduan metode pemeriksaan EG/DEG pada produk jadi, maka GP Farmasi Indonesia mendukung agar Kemenkes berkolaborasi dengan BPOM dapat membuat farmakope panduan pemeriksaan EG/DEG pada produk jadi yang harapannya bisa menjadi panduan pertama di dunia sehingga kejadian seperti ini tidak terjadi lagi.
Selain berfokus pada pengujian untuk memastikan keamanan produk obat sirup, Direktur Eksekutif GP Farmasi Indonesia Drs Elfiano Rizaldi menambahkan, yang tidak kalah pentingnya adalah mendorong aparat penegak hukum untuk segera memproses dan menindak dengan tegas agar memberikan efek jera kepada oknum pemasok yang menipu dan memalsukan bahan baku penolong kepada industri farmasi.
BACA JUGA:Cukup Bawa KTP, Dana BSU BPJS Ketenagakerjaan Rp600.000 Langsung Cair
Kemudian mendorong otoritas kesehatan/obat untuk melakukan pembinaan kepada industri farmasi yang melakukan kelalaian atau ketidakdisiplinan dalam proses produksi obat sirup dengan mempertimbangkan prinsip ultimum remedium atas proses hukum yang sedang berjalan saat ini.
Prioritas lainnya yang sedang dilakukan adalah mempercepat proses pemeriksaan dengan detail kualitas dan keamanan semua produk obat sirup di Indonesia untuk mempercepat ketersediaan obat sirup yang sangat dibutuhkan pasien dan masyarakat Indonesia.
Untuk obat sirup bisa diedarkan kembali, berdasarkan persyaratan ketat dari BPOM, ada 12 aspek pemeriksaan mutu dan keamanan yang wajib diperiksa Industri Farmasi dan diverifikasi detail oleh BPOM.
Aspek tersebut mencakup verifikasi alur supplier bahan kimia, pemeriksaan kualitas dan keamanan semua bahan baku pelarut, proses produksi dan kualitas produk jadinya.
BACA JUGA:Tautkan E-Wallet DANA ke Kartu Prakerja, Dijamin Langsung Cair Rp700 Ribu dari Pemerintah
Setelah melalui proses ketat tersebut, BPOM mengumumkan daftar produk aman yang layak dikonsumsi masyarakat.