5 Peristiwa Bersejarah di Lapangan Merdeka Kota Lubuklinggau, Pernah Digunakan Belanda Sebagai City Square

Senin 03-07-2023,15:51 WIB
Reporter : Fran Kurniawan
Editor : Fran Kurniawan

LUBUKLINGGAU, PALPRES.COM- Salah satu tempat bersejarah dalam rangka memperjuangkan Kemerdekaan Republik Indonesia oleh para pejuang di Kota Lubuklkinggau, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) adalah Lapangan Merdeka.

keberadaan Lapangan Merdeka hingga kini masih dapat ditemui, tapi sudah berubah nama menjadi Taman Kurma, karena dijadikan satu kesatuan dengan Masjid Agung Assalam yang berada persis disampingnya. 

Berlian Susatyo, salah satu penggiat sejarah di Kota Lubuklinggau dalam bukunya 'Sejarah Lubuklinggau Dari Masa Kolonial Hingga Kemerdekaan' menyebutkan, setidaknya ada 5 peristiwa bersejarah yang pernah terajadi di Lapangan Merdeka, Kota Lubuklinggau.

Adapun 5  peristiwa  bersejarah tersebut adalah; 

1. Lapangan Merdeka sebagai Alun-Alun Kota (City Square)

Berdasarkan catatan sejarah, lapangan merdeka ini dulunya  bernama City Square (alun-alun kota) pada saat Lubuklinggau menjadi  ibukota pemerintahan Onder Afdeeling Moesi Oeloe dari tahun 1934 – 1942  oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Semua bangunan  infrastruktur pendukung pemerintahan antara lain seperti gedung-gedung  perkantoran berada di sekeliling City Square termasuk rumah dinas jabatan  controleur sebagai kepala pemerintahan masa Onder Afdeeling Moesi Oeloe  (sekarang menjadi gedung Museum Subkoss).

Letaknya sangat strategis  karena berada ditengah-tengah pusat kota, sehingga segala pusat  pemerintahan dilakukan di sekitar City Square ini.

Berlanjut pada tahun 1942, Belanda menyerah kalah atas perang  terhadap Jepang sehingga disepakati dengan perjanjian Kalijati di Subang,  Jawa Barat, maka isi dari perjanjian tersebut ialah Belanda harus  menyerahkan wilayah jajahannya kepada Jepang, praktis wilayah jajahan  Belanda diambil alih oleh Jepang termasuk Lubuklinggau.

Semua  bangunan gedung perkantoran yang pernah digunakan Belanda diambil  alih Jepang, dan City Square (alun-alun kota) menjadi pusat kegiatan  latihan-latihan militer Jepang untuk pemuda-pemuda dari Lubuklinggau 

2. Lapangan Merdeka sebagai Tempat Pengibaran Pertama  Bendera Merah Putih 

Berita tentang proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus  1945 baru sampai ke daerah-daerah di Indonesia beberapa hari kemudian.  Dapat dimaklumi karena alat komunikasi waktu itu masih dikuasai pihak  Jepang, di Lubuklinggau sendiri baru dapat diterima tanggal 19 Agustus  1945.

Bunshu-tyo Dairi (Wakil Bupati Jepang), yaitu Raden Ahmad  Abusamah pada sore harinya juga mendengar berita yang sangat penting  tersebut, sosok Raden Ahmad Abusamah yang didukung oleh rakyat dan  pemuda pejuang pada sore hari itu di kediamannya di Talang Bandung  Kiri telah berkumpul dan mendesak agar Bunshu-tyo Swada menyerahkan  kekuasaan kepada bangsa Indonesia dari tangan Jepang.

Pengambilalihan  kekuasaan ini berhasil dilakukan oleh atas nama pemerintahan RI untuk  wilayah Bunshu Musikami Rawas, kemudian berubah namanya menjadi  Kabupaten Musi Ulu Rawas. Para warga masyarakat menyambutnya  dengan penuh semangat dan kegembiraan.

Atas nama pemerintahan  Kabupaten Musi Ulu Rawas, bendera Merah Putih dikibarkan di City  Square (alun-alun kota) untuk pertama kalinya. Sehingga city square ini  dikenal oleh masyarakat Lubuklinggau sebagai Lapangan Merdeka. 

Kemudian warga juga mengibarkan bendera merah putih di depan rumah-rumah mereka, kemudian warga dan anak-anak berteriak ‘merdeka’ sambil berlari-larian.

3. Lapangan Merdeka sebagai Tempat Pembentukan TNI

Memasuki masa revolusi fisik kemerdekaan, status Lubuklinggau  sangat penting karena menjadi pusat kedudukan militer Divisi  VIII/Garuda untuk wilayah Sumatera bagian Selatan yang mencakup  Palembang, Bengkulu, Djambi dan Lampung. Setelah pemerintahan RI  menyatakan untuk menyatukan seluruh unsur militer antara lain Tentara  Rakyat Indonesia (TRI) dan Laskar Rakyat sehingga hanya ada satu  kesatuan saja yakni Tentara Nasional Indonesia.

Alhasil, seluruh unsur   TRI dan Laskar Rakyat dalam Divisi VIII/Garuda di Sumatera Selatan  menjadi Tentara Nasional Indonesia, diantaranya: (1). Laskar Napindo,  Pesindo, dan KRIS dengan unsur TRI menjadi Batalyon 36 dikomandani  oleh Kapten Abi Hasan Said pada Oktober 1947; (2). Laskar Hizbullah  dengan unsur TRI dilebur menjadi Batalyon 38 dikomandani oleh Kapten  A. Baidjuri pada November 1947. Semua kegiatan penyatuan TRI dan  Laskar menjadi TNI ini dilakukan di Lapangan Merdeka, Kolonel Maludin  Simbolon selaku Panglima Divisi VIII/Garuda yang melantik mereka.

4. Lapangan Merdeka sebagai Tempat Serah Terima Kedaulatan

Melalui serangkaian perjuangan fisik bersenjata dan diplomasi,  antara lain terjadi peristiwa Agresi Militer Belanda I tahun 1947 diakhiri  dengan perundingan Renville, dan juga Agresi Militer Belanda II tahun  1948 yang diakhiri dengan perundingan Konferensi Meja Bundar yang  memaksa Belanda menyerahkan kedaulatan Republik Indonesia pada  tanggal 27 Desember 1949 yang ditandatangani di Den Haag, Belanda. 

Setelah penyerahan kedaulatan yang berlangsung di Den Haag dan  juga di Jakarta, kemudian disusul dengan acara yang serupa di daerahdaerah de facto Republik Indonesia yang diduduki Belanda. Dan  Lubuklinggau yang dikuasai Belanda juga terjadi penyerahan kedaulatan  untuk wilayah Kawedanan Musi Ulu di bawah pemerintahan Kabupaten  Musi Ulu Rawas dari pihak Belanda kepada pihak Republik yang diwakili  Letkol Bambang Utoyo, Residen Abdul Rozak, Bupati Adjis, Kapten AR.  Saroingsong, dan pejabat sipil militer lainnya yang dilaksanakan pada  tanggal 30 desember 1949 di Lapangan Merdeka, Lubuklinggau.

5. Lapangan Merdeka sebagai Tempat Reuni Veteran Pejuang  Kemerdekaan 

Setelah melalui berbagai peristiwa di masa perjuangan revolusi fisik  kemerdekaan dari tahun 1945 – 1949, maka para pejuang-pejuang yang  pernah tergabung dalam kesatuan militer SUBKOSS (Sub Komandemen  Sumatera Selatan) melaksanakan kegiatan reuni dan napak tilas perjuangan  daerah Sumatera Selatan di Lubuklinggau dari tanggal 14 – 15 Januari  1988.

Kegiatan reuni dan napak tilas ini dihadiri oleh Menteri  Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia yakni Bapak H. Alamsyah Ratu  Prawiranegara beserta veteran SUBKOSS lainnya antara lain Maludin  Simbolon, Ibnu Sutowo, Abi Hasan Said, Yahya Bahar, dan lain  sebagainya. Kegiatan ini dilaksanakan di Lapangan Merdeka, selanjutnya  dilakukan upacara peresmian Museum Perjuangan Subkoss Garuda  Sriwijaya yang letaknya berada di kawasan lapangan merdeka ini. (frs)

 

Kategori :