LUBUKLINGGAU, PALPRES.COM- Menjelajah ke ujung Barat Sumatera Selatan, 320 km dari Kota Palembang, Ibu kota Provinsi Sumatera Selatan, akan menemukan keragaman budaya yang menarik dan menjadi magnet wisata.
Adalah Kota Lubuk Linggau kota Transit yang bergeliat terus memposisikan diri sebagai kota berkemajuan, kota madani yang tak lupa akar sejarah nenek moyangnya.
Endang Puspitasari, M.Pd, salah satu pemerhati budaya lokal dan penggiat wastra Batik Durian di Kota Lubuklinggau dalam tulisannya mengungkapkan, puluhan rumah adat di Kelurahan Batu Urip, adalah salah satu bukti keindahan kota Lubuk Linggau, bukan hanya rumah panggung yang berornamen pahatan geometris, tetapi juga budaya yang menyertainya.
Tarian etnis, rejung (sastra tutur yang diiringi gitar tunggal) yang berisi petuah, teguran dan hiburan juga kasih penuh cinta melingkupi harian warga tersebut saat musim sedekah rame dihelat.
BACA JUGA:Jaga Kelestarian Budaya Sedekah Rame di Batu Urip, Ini yang Dilakukan Pemkot Lubuklinggau
Sedekah rame bisa jadi cara adat membersihkan kampung, bersyukur atas hasil bumi yang melimpah, menolak bala dari petaka penyakit yang melanda dan juga memohon kebaikan Sang Pemilik Alam untuk menurunkan hujan di musim kemarau terik yang panjang.
Di saat itu, alat-alat atau senjata bela diri yang tersimpan dicuci dan dipamerkan sebagai bukti kekuatan pertahanan diri warga atas mara bahaya yang akan datang.
Kota Lubuk Linggau adalah kota bertumbuh, yang terus dikawal pertumbuhannya, dipelihara penuh kasih oleh warganya dan disirami dengan optimisme dalam mewujudkan cita-cita para 'Founding Fathers' yang tertuang dalam kalimat "Bumi Sebiduk Semare'.
Sebiduk Semare yang berarti suatu tempat bersama untuk mewujudkan cita-cita warganya, menjalankan roda pemerintahan yang mengakomodir kebutuhan warganya sepenuh jiwa.
BACA JUGA:Asli Nyentuh Banget! Ini Lirik Lagu ‘Untukmu Aku Bertahan’ Milik Afgan, OST My Idiot Brother
Mneurut Endang, diusia yang ke 22 tahun, 17 Oktober 2023, ini, Kota Lubuk Linggau memasuki usia akhir dewasa muda. Usia matang dengan kecantikan yang paripurna, genit, tapi bernas menggelitik siapapun yang pernah berkunjung ke Kota Tarnsit ini.
Genit dan cantiknya kota ini tak lepas dari budaya leluhur yang terkawal baik oleh para pengempu budaya, Lubuklinggau tidak tergerus dan gagap budaya saat memutuskan pisah dari Kabupaten induk, Musi Rawas, di tahun 2001.
Para budayawan kota ini, berkumpul dan berdiskusi serta menggali kajian akar budaya yang identik dan menumbuhkannya sekaligus.
Lagu-lagu daerah digubah, pakaian adat dipatentkan pernak-perniknya begitu juga tarian-tarian daerah yang lahir kemudian.