Padahal, renungan ramuan batin itu diperlukan untuk melahirkan tulisan yang otentik dan bermakna.
BACA JUGA:7 Objek Wisata Terbaik untuk Liburan Sekolah dan Akhir Tahun di Gresik, Ada Bukit yang Mirip Jamur
Zaman manapun tetap memerlukan narator, yang mampu menarasikan apa yang terjadi dan apa yang sebaiknya dituju.
Mereka adalah para penulis.
Dalam konteks itulah, Satupena Award dianugerahkan kepada tokoh-tokoh penulis yang memelihara tradisi penulisan yang memiliki kedalaman.
Putu Wijaya memiliki rekor menulis lebih dari 30 novel, 40 naskah drama, sekitar 1000 cerpen, ratusan esai, artikel lepas dan kritik drama.
BACA JUGA:Kemenag Dorong Moderasi Agama sebagai Solusi Global untuk Perdamaian Dunia
BACA JUGA:JANGAN Pelihara Perkutut Jenis Ini, Konon Bisa Bikin Sial dan Jauh dari Rezeki
Dirinya memberi warna dunia kepenulisan Indonesia (fiksi) lebih dari 50 tahun.
Sedangkan Komarrudin Hidayat tak hanya seorang rektor, pendidik dan guru besar.
Ia juga menulis banyak buku khususnya soal pemikiran Islam yang moderat, inklusif dan terbuka (non fiksi).
Putu Wijaya dan Komaruddin Hidayat terpiih sebagai penerima Satupena Award melalui seleksi ketat Dewan Juri yang mewakili penulis dari Aceh hingga Papua.
BACA JUGA:Bikin Wajah Mulus dan Glowing! 7 Produk Skincare Dunia Terbaik tahun 2023, Bisa Jadi Skincare Harian
BACA JUGA:Rekomendasi 4 Kafe Murah dan Asyik Buat Nongkrong di Jambi, Pas Buat Malam Tahun Baruan
Dewan juri menerima rekomendasi dari 34 koordinator Satupena di 34 provinsi dan dari 25 penulis senior dan intelektual, fiksi dan non fiksi.