Selain itu, Islam di China juga terpengaruh oleh tradisi kepercayaan lokal seperti Taoisme dan Buddha, sehingga memunculkan bentuk-bentuk Islam yang sinkretis.
BACA JUGA:Ternyata Ini lho yang Bikin Tembok Cina Masih Kokoh Sampai Sekarang
Pada zaman modern, terdapat juga perpaduan antara Islam dan sosialisme dalam sejarah China, terutama selama pemerintahan Mao Zedong, saat agama-agama di China menghadapi tekanan dan pembatasan.
Di bawah pemerintahan Partai Komunis China, praktik keagamaan diatur secara ketat, termasuk bagaimana Islam dipraktikkan.
Namun, pada era reformasi di tahun 1980-an, pembatasan-pembatasan tersebut mulai dilembutkan, dan praktik keagamaan menjadi lebih bebas.
Saat ini, terdapat sekitar 20 juta Muslim di China, yang mayoritas terkonsentrasi di wilayah Xinjiang, Gansu, Ningxia, dan provinsi-provinsi di sepanjang Jalur Sutra.
Selama berabad-abad, hubungan antara komunitas Muslim dan masyarakat Tionghoa berkembang dengan dinamika yang beragam.
Meskipun sebagian besar penduduk Tionghoa tetap beragama Buddha, Taoisme, atau Konfusianisme, toleransi dan interaksi dengan komunitas Muslim secara umum telah ada.
Selain masuk melalui perdagangan, agama Islam juga menyebar melalui pernikahan campuran antara keturunan Muslim dan non-Muslim.
Hal ini terutama terjadi di kalangan bangsawan dan keluarga elite Tionghoa, di mana beberapa anggota keluarga kemudian memeluk agama Islam dan menganut gaya hidup Muslim.
Perubahan signifikan dalam sejarah Islam di China terjadi selama periode Dinasti Qing (1644-1912 M).
Kekaisaran Qing memerintah wilayah tersebut dan mempraktikkan kebijakan pemisahan dan segregasi etnis.
Mereka mengatur penduduk Muslim dalam kelompok etnis tertentu, seperti Hui, Uighur, Kazakh, dan lainnya.
Kelompok etnis ini memiliki identitas budaya dan agama yang kuat.
Namun, pada periode modern, hubungan antara komunitas Muslim dan pemerintah Tiongkok menjadi lebih kompleks.
Ada tegangan dan perselisihan yang terjadi, terutama di wilayah Xinjiang yang dihuni oleh banyak populasi Muslim Uighur.