"Memaafkan bukan berarti melepaskan pelaku dari tanggung jawab, tetapi membebaskan diri kita sendiri dari beban yang mengganggu kebahagiaan," tegasnya.
Ceramah Ustadz Hanan Attaki ini tidak hanya memberikan pencerahan, tetapi juga memberikan harapan bagi yang pernah merasa terpuruk oleh penyesalan.
Dengan kesadaran dan keberanian untuk mengubah perspektif, setiap pengalaman pahit dapat menjadi batu loncatan menuju kebaikan yang lebih besar.
Karena kesabaran bukanlah sekadar menunggu tanpa tujuan, tapi sebuah pintu menuju berita gembira, keajaiban, ketenangan, dan kemenangan.
Dalam mengontrol emosi, terutama ego, kesabaran menjadi tolak ukur bagi seseorang untuk menilai dirinya sendiri sebagai seorang mukmin atau munafik.
BACA JUGA:Niat Berpuasa Tapi Tidak Sahur, Apakah Boleh? Berikut Penjelasan Ustadz Adi Hidayat
BACA JUGA:Mau Rezeki Berlimpah? Ustad Abdul Somad: Amalkan Istighfar dan Asmaul Husna
"Seseorang yang mampu mengendalikan emosinya, terutama dalam situasi yang sulit, menunjukkan kualitas iman yang kokoh," ungkapnya.
Namun, ia juga memperingatkan agar kesabaran tidak berujung pada perilaku zalim terhadap orang lain hanya karena perbedaan pandangan atau ketidaksetujuan.
Bagi Ustaz Hanan, melawan ego adalah kunci untuk membuka pintu maaf dan memaafkan.
"Berlapang dada dengan ketidaknyamanan adalah bentuk pengendalian ego yang mulia," tambahnya.
BACA JUGA:Jalani Kebaikan Selama Maulid Nabi, Ini 6 Rekomendasi Amalan yang Membuatmu Selamat Dunia akhirat
BACA JUGA:Laki-Laki Wajib Tahu! Ini 16 Keutamaan Menikahi Janda, Anugerah dan Kebaikan bagi Umat
Dalam ujian kesabaran dan pengendalian diri inilah, menurutnya, terpancar nilai sejati seorang mukmin.