Untuk menggambarkan kondisi itu, Vebri mengisahkan satu tradisi lisan di Sumsel terkait gajah.
“Dikisahkan dalam satu tradisi lisan, Dasir mati karena mengusik gajah.
Selain itu, dalam sejarah Raja Sriwijaya, Shih-ling-chia dikatakan menaiki gajah jika melakukan perjalanan jauh.
Inti artinya, sejak masa lampau gajah Palembang sudah mendukung kehidupan manusia di Sumatera Selatan.
BACA JUGA:7 Rekomendasi Pewangi Pakaian Terbaik 2024, Nomor 5 dan 6 Cocok Untuk Pakaian Bayi
BACA JUGA:Jual Obat Keras Tanpa Izin, Pria Ini Divonis 7 Bulan Penjara
Bukan berkonflik.
Sehingga jika ada konflik manusia dan gajah, maka kita harus dicari solusi budayanya yang pas,” ujar Vebri Al-Lintani.
Oleh sebabnya, menurut Vebri, Tim Puskass melakukan kajian dengan mencari akar konflik antara masyarakat dengan gajah.
Sekaligus melakukan kajian terkait berbagai kearifan lokal tentang gajah, sehingga dapat dijadikan solusi dalam penanganan gajah di sana.
BACA JUGA:Rekomendasi 7 Tempat Makan Durian Terlezat di Palembang, Harga Murah dan Banyak Varian
Ketua Tim Puskass, Dedi Irwanto menambahkan, sejak awal Maret, Tim Puskass telah mengumpulkan berbagai dokumentasi soal konflik gajah dan masyarakat.
Kemudian, menurut dia, dilanjutkan dengan studi langsung ke lapangan.
Kemudian, melakukan wawancara dengan ahli dan masyarakat awam tentang gajah.
“Kita akan dokumenkan dan narasikan tentang kehidupan gajah, baik secara lintasan waktu di masa lampau maupun masa kini.