Ia melihat dan menyaksikan berbagai peristiwa dan suasana yang penuh rasa iri, dendam, dan persaingan di kalangan buruh senior, tetapi bergaji kecil.
Intensitas menulis karya sastra mulai terlihat tinggi ketika bekerja sebagai jurnalis.
Pada tahun 1960, Bur Rasuanto giat menghasilkan karya-karya dalam bentuk cerpen.
BACA JUGA:PERHATIAN! 7 Drama Korea Selatan Ini Jangan Sampai Kamu Tonton, Kalau Ga Mau Gagal Move On
Banyak cerpen Beberapa cerita Pendek Bur Rasuanto dimuat dalam majalah Sastra pada saat itu.
Dalam kahzanah sastra Indonesia, nama Bur Rasuanto akrab dengan berbagai hadiah. Cerpennya yang berjudul Discharge mendapat hadiah kedua majalah Sastra pada tahun 1961.
Pada tahun 1962, dua cerpen Bur Rasuanto Pertunjukan dan Ethyl Plant mendapat Hadiah Pertama majalah Sastra.
Pada tahun 1963, ketiga cerpen tersebut ditambah dengan beberapa cerita pendek karya Bur Rasuanto yang tersebar di beberapa majalah dihimpun dalam dua kumpulan cerita pendek, yaitu Bumi Yang Berpeluh dan Mereka Akan Bangkit.
BACA JUGA:7 Rekomendasi Destinasi Wisata Terpopuler di Lahat, Nomor 3 dan 4 Paling Favorit
BACA JUGA:7 Novel Keren Romantis yang Bisa Jadi Rekomendasimu Untuk Habiskan Weekend di Bulan Juli
Meskipun dikenal sebagai seorang cerpenis, Bur Rasuanto juga menulis beberapa bnovel.
Novelnya yang berjudul Manusia Tanah Air pernah dimuat sebagai cerita bersambung dalam harian Sinar Harapan pada tahun 1969.
Di samping itu, Bur rasuanto menulis novel Sang Ayah (1969), Tambang Emas Bagi Wan Muda (1979), dan Tuyet (1978).
Pada waktu Indonesia dilanda krisis pada tahun 1966, Bur Rasuanto bergabung dalam demnontrasi yang dilakukan kelompok mahasiswa guna menuntut keadilan dan kebenaran.
BACA JUGA: Yuk Intip Review Dari Film Horor Jurnal Risa yang Tayang Perdana Pada 11 Juli Kemarin!