“Saat itu saya menyiapkan fisik saya, contohnya berenang dan berlari. Kemudian belajar untuk tes akademik,” ucap sulung dari tiga bersaudara ini.
BACA JUGA:Kapolda Sumsel Beri Arahan pada Bintara dan Tamtama, Terkait Penanganan Karhutla di Provinsi Sumsel.
Rendi sejak kecil mengaku berjuang untuk mandiri dan memilih menghadapi perundungan dari teman-temannya.
Rendi lalu menyadari dirinya harus semangat dan 'bangkit' dari kondisi tersebut.
“Saya waku masih kecil saya pikir saya tidak disabilitas, saya pikir saya normal. Saya tahu saya disabilitas setelah teman-teman saya bilang saya cacat kelas 3 SD. Saya diejek teman saya. Kelas 6 juga saya diejek satu kelas, akhirnya saya ngadu. Lalu saya berpikir apakah saya harus selalu sedih? Jawabannya ‘tidak’. Saya melihat (penyandang) disabilitas yang lain, jadi saya harus lebih semangat dari mereka,” ungkap peraih medali perak cabang olahraga Lempar Cakram Peparprov II Sumut ini.
Dia bercerita ibunya pernah menguncinya di dalam sebuah ruangan.
BACA JUGA:Resmi Jabat Kapolda Sumsel, Irjen Andi Rian R Djajadi: Siap Berkolaborasi dengan Seluruh Komponen
BACA JUGA:Tiba di Palembang, Ini Agenda Utama Kapolda Sumsel Irjen Pol Andi Rian R Djajadi
Dan ruangan itu, sambung Rendi, baru akan dibuka ibunya jika Rendi sudah bisa memakai baju sendiri.
Rendi menuturkan hal tersebut merupakan salah satu cara ibunya mendidiknya untuk mandiri.
"Nggak lama saya ketuk (pintu) dari dalam, saya bilang sudah berhasil pakai baju sendiri. Ibu menangis terharu," kata Rendi.
Rendi yang juga meraih medali perak di cabor Tolak Peluru Peparprov II Sumut ini menyampaikan kedua orang tuanya selalu melapangkan dadanya, dan memberi motivasi dirinya bisa mencapai cita-cita.
BACA JUGA:Polda NTB Gelar Ops Mandalika Gatari 2024, Amankan Event MotoGP
Rendi menyebut kedua orang tuanya selalu menyebut dirinya anak istimewa.