Pendidikan:
- Interreligious engagement harus dikedepankan dalam setiap mata pelajaran dan mata kuliah.
- Perlunya penguatan pendidikan agama. Pendidikan agama bukan hanya berfokus pada ritual, tafsir agama tekstualis, hafalan, simbol, namun berfokus pada pembentukan karakter yang mengedepankan toleransi, persatuan dan kemanusiaan.
- Penataan ulang lembaga-lembaga sosialisasi-pendidikan baik pendidikan formal pada semua jenjang maupun pendidikan informal dan pendidikan masyarakat. Pilar utamanya adalah: pendidikan dalam keluarga yang perlu merombak pola-asuh yang piramida tegak menjadi pola asuh piramida terbalik dengan konten dan sasaran utama mentransformasi orientasi budaya “shame culture” menjadi orientasi budaya “guilt culture” yang ujungnya bisa melahirkan manusia-manusia Indonesia yang bertanggungjawab, tidak munafik, tidak manipulatif, transparan, adil, menghargai hak asasi manusia.
- Digital Civility Index (DCI) menunjukkan bahwa netizen Indonesia menempati urutan terbawah di Asia Tenggara dalam Indeks kesopanan digital sehingga perlu meningkatkan pendidikan literasi digital sejak dini dalam jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
- Mewujudkan peran nilai-nilai universal agama dalam pendidikan moral yaitu pendidikan agama yang mengedepankan toleransi, keadilan, dan empati.
- Pendidikan di Indonesia harus memperhatikan multikultur dalam materi pembelajaran di tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
- Pendidikan di perguruan tinggi telah terjadi kemerosotan nilai etik diantaranya praktik penjokian, ijazah palsu, jasa pembuatan skripsi/tesis, plagiarisme penulisan artikel dalam jurnal, dan lain sebagainya sehingga nilai-nilai keutamaan perlu diinfusi keseluruh mata kuliah di Perguruan Tinggi.
- Revitalisasi pembangunan karakter dengan sinergi menyeluruh dengan para stakeholders di perguruan tinggi melalui penguatan kelembagaan dan fasilitas pendidikan Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) di perguruan tinggi sehingga tidak hanya sebagai syarat kelulusan namun benar-benar menjadi hal pokok dalam pembangunan karakter mahasiswa khususnya dan masyarakat secara umum.
- Melakukan pendidikan etika berbangsa dan bernegara sesuai konstitusi kepada para anggota dan petinggi partai politik mengenai pelanggaran etika. Pendidikan etika jangan hanya berhenti di kampus namun juga pada instansi publik sebagai pemegang kebijakan agar selalu menyadari pentingnya etika.
- Memperbaiki kualitas guru, dosen atau tenaga pendidik dan pejabat publik umumnya untuk dapat menjadi role model atau living curriculum bagi peserta didik dan anggota masyarakat secara keseluruhan sehingga pendidikan nilai menjadi uswatun hasanah dapat tercapai.
- Pendidikan politik etis yaitu mendorong pendidikan politik yang menekankan nilai-nilai demokrasi, kejujuran, dan integritas kepada organisasi profesi (kadin, advokat, kedokteran, notaris, dan lain sebagainya), organisasi sosial politik, ormas sosial keagamaan dan organisasi sosial kemasyarakatan.
Politik dan Demokrasi:
- Mendorong diperkuatnya dialog antaragama dan lintas budaya. Dialog yang terbuka antara pemimpin agama dan pemimpin politik dapat memperkuat posisi agama sebagai penjaga moralitas dalam politik tanpa harus menjadi alat politik.
- Menggabungkan nilai agama dengan nilai-nilai demokrasi. Agama dapat berfungsi sebagai salah satu sumber moralitas di antara berbagai sumber etika lainnya dalam masyarakat. Dengan menggabungkan nilai-nilai universal agama yang mendorong kebaikan bersama dengan prinsip-prinsip demokrasi seperti transparansi, keadilan, dan hak asasi manusia, masyarakat dapat membentuk sistem yang lebih tangguh dalam menghadapi ancaman Machiavelisme.
- Mewujudkan sistem demokrasi transparansi dan akuntabilitas bagi para pemimpin.
- Pemilihan yang adil dan bebas yaitu sistem pemilihan yang demokratis harus dirancang melalui proses yang adil dan terbuka.
- Kebijakan-kebijakan publik yang dibuat oleh Pemerintah dan DPR harus memperhatikan kebutuhan masyarakat di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
- Membangun institusi demokrasi yang kuat yaitu demokrasi harus didukung oleh institusi yang berfungsi dengan baik, seperti badan legislatif dan pengadilan independen, yang dapat mengontrol dan menyeimbangkan kekuasaan, mencegah perilaku otoriter atau manipulatif.
- Penyelenggara negara harus selesai dengan dirinya sendiri, dengan orang lain, dan dengan Tuhan.
BPIP:
- Penguatan dasar hukum kelembagaan BPIP menjadi naik ke level Undang-Undang.
- Membuat rekomendasi kebijakan yang komprehensif terkait bagaimana menangani kerapuhan etika penyelenggara negara dan bagaimana mengelola kemajemukan nusantara.
- Materi-materi pembelajaran dan Pendidikan Pancasila pada jenjang sekolah dasar sampai menengah melalui Buku Teks Utama (BTU) serta Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) untuk ASN, ormas dan orsospol harus mampu menciptakan “Radikalisasi” Pancasila yaitu mampu merubah dan menjadi tolak ukur perilaku manusia Indonesia dan mentransformasikan pandangan ke-Indonesian, kebangsaan dan kenegaraan.
- Perlu silabus dan bahan ajar Pancasila yang dielaborasi dengan budaya dan kearifan lokal sehingga Pancasila tidak terasa abstrak namun benar-benar menyentuh tata kehidupan manusia sesuai dengan adat budayanya.
- Sosialisasi Pancasila butuh pendekatan akar rumput yang melibatkan tokoh lokal, tokoh budaya, pemuka adat, tokoh agama, dan masyarakat dengan pendekatan informal dan nonformal.
- Menginisasi forum diskusi dengan mendudukkan semua pihak, melibatkan pemerintah (eksekutif), legislatif, yudikatif, LSM, masyarakat sipil, tokoh-tokoh pendidikan, tokoh-tokoh agama, untuk membicarakan masalah keagamaan dan perbedaan di masing-masing daerah untuk didiskusikan dengan serius secara bersama-sama.