PALPRES.COM- Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen ditahun 2025 masih menjadi perbincangan di kalangan masyarakat.
Pasalnya, sejumlah objek pajak akan dikenakan PPN 12 persen termasuk transaksi dengan e-money dan e-wallet.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dwi Astuti mengatakan, pengenaan PPN terhadap jasa layanan uang elektronik bukan baru dilakukan, namun sudah berlaku sejak Undang-undang PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang diberlakukan sejak 1 Juli 1984.
"Artinya bukan objek pajak baru,"ungkap Dwi Astuti.
BACA JUGA:DJP Bagikan Panduan Cara Penghitungan PPN 12 Persen untuk Semua Jenis Transaksi
BACA JUGA:SIAP-SIAP, Transaksi Uang Elektronik juga Kena PPN 12 Persen di 2025, Begini Aturannya
Undang-undang PPN kemudian diubah menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021 alias UU HPP.
Dalam beleid tersebut, layanan uang elektronik tidak termasuk objek yang dibebaskan dari PPN.
Dwi menegaskan, PPN 12 persen dikenakan untuk biaya administrasi dalam transaksi elektronik dan dompet digital.
Dalam hal ini bukan pada nilai uang yang diisi (top up), nilai saldo atau nilai transaksi jual beli.
BACA JUGA:Imbas PPN 12 Persen, Tarif Listrik PLN juga Bakal Naik Tahun 2025, Ini Daftar Golongannya
BACA JUGA:Pajak PPN Naik Jadi 12 Persen di Tahun 2025, Harga Sembako Juga Bakal Ikut Naik?
Agar masyarakat memahami, DJP juga menerangkan cara perhitungan PPN 12 persen pada transaksi uang elektronik.
Misalnya, A melakukan top up e-money atau e-wallet sebesar Rp 1 juta dengan biaya admin Rp 1.500. Maka PPN yang dikenakan sebesar Rp 180, yang didapat dari 12% x Rp 1.500.
"Jadi yang dikenakan PPN itu yang Rp 1.500 atas jasanya. Jadi Rp 1.500 itu disebutnya biaya admin. Itu dalam istilah pajak namanya jasa," kata Dwi.