Namun, upaya ini harus terhenti karena aturan pemerintah Hindia Belanda yang melarang penggunaan dana masjid untuk kepentingan di luar kegiatan ibadah.
BACA JUGA:Dorong UMKM Naik Kelas, BRI Jalin Kolaborasi dengan SOGO
BACA JUGA:Tanggap Bencana, BRI Peduli Gerak Cepat Salurkan Bantuan Bagi Warga Terdampak di Sumatera
Meski begitu, penghentian tersebut tidak berdampak signifikan terhadap kepercayaan publik.
Proses utang-piutang yang telah berjalan tetap berlanjut, dan para debitur mengembalikan dana pinjaman secara teratur.
Perkembangan positif ini akhirnya dilihat oleh para priyayi Eropa di Purwokerto yang menganut aliran politik etis.
Mereka pun mendukung penuh rencana peresmian usaha peminjaman uang tersebut.
BACA JUGA:CSR BRI Raih Pengakuan Global, Sabet 2 Penghargaan Internasional Bergengsi
BACA JUGA:BRI Gerak Cepat, Bantu Korban Terdampak Banjir di Padang
Bahkan, dengan hadirnya investor makin menunjukkan bahwa De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Priyayi Purwokerto dinilai prospektif dan layak sebagai sarana investasi.
Sebagai informasi, lembaga ini sempat mengalami beberapa kali perubahan nama, yakni Hulp-en Spaarbank der Inlandshe Bestuurs Ambtenaren (1895), De Poerwokertosche Hulp Spaar-en Landbouw Credietbank atau Volksbank, kemudian berubah menjadi Centrale Kas Voor Volkscredietwezen Algemene (1912).
Tahun 1934, lembaga ini kembali berubah menjadi Algemene Volkscredietbank (aVB), hingga pada masa pendudukan Jepang berganti menjadi Syomin Ginko (1942–1945).
Fungsi Strategis Agen Pembangunan
BACA JUGA:Komitmen pada Program Pemerintah, BRI Sukses Sabet Penghargaan dari Kementerian IMIPAS
BACA JUGA:Nabung Emas Makin Mudah dan Hemat lewat BRImo, Ini Syarat dan Ketentuannya
Pasca kemerdekaan, peran BRI semakin ditegaskan melalui Undang-Undang No. 21 Tahun 1968.
Regulasi ini menetapkan BRI sebagai bank umum yang menjalankan fungsi strategis sebagai agen pembangunan.