RDPS
Honda

Pengawasan Pembimbing Kemasyarakatan terhadap Klien Pemasyarakatan yang Bebas Bersyarat di Bapas Kelas I Plg

Pengawasan Pembimbing Kemasyarakatan terhadap Klien Pemasyarakatan yang Bebas Bersyarat di Bapas Kelas I Plg

 

 

Oleh: Reza Praditya Pradana, S.H.

Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Pertama

Instansi: Balai Pemasyarakatan Kelas 1 Palembang

 

BALAI Balai Pemasyarakatan atau disingkat Bapas merupakan unit pelakasana teknis di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI yang bertugas di bidang riset kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, serta pendampingan bagi para narapidana sebagai klien pemasyarakatan. Bapas juga berperan penting dalam membagikan tutorial untuk klien pemasyarakatan yang sudah mendapatakan pembebasan bersyarat dengan memberikan pengawasan spesial.

 

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan memberikan aturan secara jelas terkait hak pembebasan bersyarat bagi klien pemasyaratan. Dijelaskan dalam Pasal 43 ayat (1) bahwa setiap narapidana dan anak didik pemasyarakatan kecuali anak sipil, berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Dan dalam Pasal 45 ayat (1) dijelaskan juga bahwa pembebasan bersyarat tersebut dilaksanakan oleh Bapas.

 

Pembimbing Kemasyarakatan merupakan pejabat fungsional dengan salah satu perannya melakukan pengawasan terhadap klien pemasyarakatan di Bapas. Pengawasan yang dimaksud adalah melakukan kegiatan pembinaan terhadap klien pemasyarakatan dengan didasarkan sistem tertentu, serta menjadi bagian akhir dari sistem pemidanaan. Adapun tujuan utama dari sistem pemasyarakatan yaitu (Novaldi Eka Saputra dan Padmono Wibowo, 2021) :

1) Klien dapat menyesali tindak pidana yang telah dilakukannya.

2) Klien dapat memperbaiki diri dengan hal-hal positif.

3) Klien tidak melakukan pelanggaran hukum kembali.

 

Harapannya adalah agar klien pemasyarakatan dapat diterima dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat nantinya. Maka salah satu upaya realisasi tujuan tersebut adalah program reintegrasi sosial berupa Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat (CB), dan Cuti Menjelang Bebas (CMB) yaitu bentuk pemenuhan hak dari seorang narapidana atau warga binaan pemasyarakatan untuk mengajukan pembebasan dari Lembaga Pemasyarakatan dan menjalankan sisa masa pidananya di luar dengan syarat telah menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 2/3 dari total masa pidana.

 

Ketika sudah menjalani pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas warga binaan pemasyarakatan berganti status menjadi klien pemasyarakatan yang berada di bawah pengawasan Balai Pemasyarakatan. Dalam hal ini, peran Pembimbing Kemasyarakatan sangat diperlukan dalam pengawasan tersebut, karena klien pemasyarakatan diharuskan wajib lapor kepada Pembimbing Kemasyarakatan agar kehidupan di luar dapat selalu dijaga dengan baik tanpa pengulangan kesalahan di masa lalu.

 

Pembimbing Kemasyarakatan pada Bapas Kelas 1 Palembang memiliki peran pengawasan terhadap program pembebasan bersyarat bagi klien pemasyarakatan. Peran ini menjadi salah satu faktor yang dapat menentukan program pembebasan bersyarat ini berhasil atau tidak. Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam program ini, yaitu:

1) Metode Case Work/Individu, dimana data dan pendekatan difokuskan pada klien

2) Metode Group Work/Sosial, dimana data dapat diperoleh dari keluarga atau lingkungan sekitar

 

Ada beberapa cara yang diimplementasikan oleh Pembimbing Kemasyarakatan dalam melalukan pengawasan terhadap klien pemasyarakatan yang menjalani program integrasi PB, CB, dan CMB, yaitu:

1) Mewajibkan klien pemasyarakatan untuk melaksanakan wajib lapor ke pembimbing pemasyaraktan bersangkutan, baik secara langsung maupun daring;

2) Melakukan home visit secara berkala;

3) Melibatkan keluarga klien yang bersangkutan untuk membantu pembimbing kemasyarakatan dalam melakukan pengawasan kepada klien;

4) Melakukan koordinasi dengan pemerintah setempat serta masyarakat di sekitar tempat tinggal klien untuk membantu pembimbing kemasyarakatan dalam melakukan pengawasan kepada klien;

5) Mengikutsertakan klien untuk turut serta dalam pembinaan kemandirian dan kepribadian yang diadakan di Bapas sehingga klien dapat melakukan kegiatan positif;

6) Memberikan peringatan serta bertindak tegas kepada klien yang terbukti melanggar syarat umum dan syarat khusus selama masa bimbingan di Bapas.

 

Namun, terdapat beberapa kendala yang mengakibatkan pengawasan oleh Pembimbing Kemasyarakatan pada klien tidak berjalan secara optimal,

 

1) Adanya gap yang besar pada sebagian latar belakang pendidikan, keterampilan, dan pengalaman kerja antara Pembimbing Kemasyaratan dengan Klien Pemasyarakatan. Hal ini mengakibatkan sulitnya menemukan relevansi dan adaptasi dari klien pemasyarakatan, dan berdampak pada munculnya sikap apatis petugas serta tidak termotivasinya klien. Meskipun sebagian pembimbing kemasyarakatan dapat menemukan pola dan metode yang relevan sesuai basisnya;

 

2) Wilayah kerja Balai Pemasyarakatan Kelas I Palembang yang luas menjadi faktor meningkatnya beban kerja Pembimbing Kemasyarakatan. Idealnya Balai Pemasyarakatan Kelas I Palembang harus memiliki Pos Bapas di setiap daerah, sehingga fokus kerjanya dapat diselesaikan dengan baik dan optimal. Kenyataannya sebagian Balai Pemasyarakatan Kelas I Palembang harus mengkoordinir beberapa daerah yang sangat luas dan kompleks permasalahannya;

 

3) Ada dua peran ganda yang harus dilaksanakan dengan baik oleh Pembimbing Kemasyarakatan, yaitu pembimbingan dan pengawasan klien. Sehingga pembimbing kemasyarakatan kesulitan menentukan prioritas mana yang lebih efektif dalam menjalani program ini. Di satu sisi program ini bertujuan untuk membentuk karakter positif klien pemasyarakatan pada masyarakat dan di sisi lain pembimbing kemasyarakatan juga harus memastikan masyarakat terlindungi dari moral hazard klien pemasyarakatan;

 

4) Keterbatasan klien pemasyarakatan sehingga sekalipun wajib lapor dapat dilakukan secara daring, tetap saja terkendala tidak semua klien pemasyarakatan mempunyai handphone, pulsa/ kuota, serta sinyal yang kurang mendukung dalam pelaksanaan wajib lapor;

 

5) Adanya klien pemasyarakatan yang beritikad kurang baik sehingga keberadaannya tidak dapat diketahui oleh pembimbing kemasyarakatan;

 

6) Terkait mekanisme pencabutan hak bebas bersyarat klien, belum adanya aturan yang mengatur sinergi antara Balai Pemasyarakatan dan pihak Kepolisian dan pihak Kejaksaan perihal mekanisme pengembalian klien ke dalam Lapas. Selama ini, mayoritas pencabutan dilakukan jika klien pemasyarakatan yang bersangkutan sudah tertangkap karena kembali melakukan tindak pidana. ***

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: