Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Pertama)
Oleh Dudy Oskandar
(Jurnalis dan Peminat Sejarah Sumatera Selatan)
AGRESI Militer Belanda I yang mengkhianati perjanjian Linggarjati mendapat kutukan dunia internasional.
Agresi ini mendapat sorotan tajam dan kecaman di Dewan Keamanan PBB karena Belanda telah menyerang negara berdaulat. Saat itu eksistensi Republik Indonesia telah diakul beberapa negara, antara lain Mesir.
Aksi militer ini mengharuskan Gubernur Muda Mohamad Isa, atas instruksi Wakil Presiden Mohamad Hatta, mengungsi ke Curup akhir Desember 1947.
Saat itu Mohamad Isa baru satu tahun menduduki jabatan sebagai Gubernur Muda Sumatra Selatan menggantikan dr. A.K. Gani yang diangkat menjadi Menteri Kemakmuran di Kabinet Sjahrir III (1946-1947).
Agresi Militer Belanda I ini mengusai hampir 2/3 wilayah Keresidenan Palembang sehingga markas Sub Komando Sumatra Selatan (Subkoss) di Lahat terpaksa pindah ke Lubuk Linggau.
Jarak Lubuk linggau dengan Curup sebagai pusat pemerintahan sementara cukup dekat sehingga memudahkan komunikasi antara Mohamad Isa dengan Komandan Subkoss Kolonel Maludin Simbolon.
Curup merupakan suatu kota di daerah pegunungan bukit barisan dan dikelilingi oleh Bukit Kaba dan Bukit Daun. Penduduk aslinya adalah suku Rejang, namun banyak juga masyarakat dari suku lain seperti Jawa, Lembak, Minang, dan Serawai.
****
Dr. Isa, Gubernur Sumatera Selatan dalam interview dengan kantor Berita Antara 6 Juli 1948 , menerangkan, bahwa ibu kota propinsi Sumatera Selatan akan ditempatkan di Curup (Bengkulen/Bengkulu), tapi beberapa jawatan propinsi akan ditempatkan di Tanjung Karang.
Lubuklinggau akan tetap menjadi kedudukan Residen Palembang.
Selanjutnya Gubernur Isa mengatakan, bahwa tindakan ini diambil menurut pertimbangan politis dan strategis.
Atas pertanyaan, apakah tindakan pertama yang akan diambil beliau sebagai Gubernur Sumatera Selatan, Dr. Isa menjawab:
“Memperbaiki dan memperluas jalan-jalan untuk kepentingan ekonomi.”
Tentang gerakan “Negara Sumatera Selatan” yang disokong Belanda, Dr. Isa berpendapat, bahwa gerakan itu pasti akan kandas, karena rakyat dan pemimpin yang berpengaruh di daerah pendudukan Sumatera Selatan tetap berjiwa Republik.
Berkenaan dengan pembangunan di Sumatera Selatan beliau menerangkan, bahwa anggota-anggaota TNI yang keluar dari ketentaraan sebagai akibat dari rasionalisasi kini dididik dalam pengetahuan-pengetahuan vak di beberapa tempat di Karesidenan Palembang dan Bengkulu, yang dipakainya untuk mencari nafkah.
Mereka itu dikumpulkan di dalam desa-desa pemuda seperti di Waringin Tiga (Palembang), Curup (Bengkulen) dan Pagaralam (Palembang). ***
Sumber :
1. Kronik Revolusi Indonesia , Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer dan Ediati Kamil, Jilid IV (1948), Februari 2003, KPG
2. https://p2k.unkris.ac.id/en3/1-3065-2962/Curup_40726_p2k-unkris.html
3. Mohammad Isa – Pejuang Kemerdekaan Yang Visioner, PT Gramedia Pustaka Utama, tahun 2016
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: