Sejarah DPRD Kota Palembang (Bagian Kedua)
Bupati d/p Residen Palembang A Nadjamuddin -Kementrian Penerangan-palpres.com
Oleh : Dudy Oskandar
(Jurnalis dan Peminat Sejarah Sumatera Selatan)
DALAM sidangnya yang kedua, DPRD Kota Palembang membentuk Badan Pekerja Harian yang terdiri dari :
1. Ki H Ahmad Azahari
2. Basuni Saropie
3. A.S Matjik
BACA JUGA:Sejarah DPRD Kota Palembang
4. R. Sugiharto
Dengan ketetapan No 103 tanggal 17 Mei 1946, Gubernur Sumatera membentuk 15 kota otonom.
Kota-kota otonom ini dibedakan dalam dua jenis yaitu A dan B .
Kota A Terdiri atas :
BACA JUGA: Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Selesai)
1. Bukit Tinggi
2. Medan
3. Padang
4. Palembang
BACA JUGA:Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Ketigabelas)
Kota B terdiri atas :
1. Bengkulu
2. Binjai
3. Jambi
BACA JUGA: Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Keduabelas)
4. Kotaraja
5. Pekan Baru
6. Pangkal Pinang
7. Pematang Siantar
BACA JUGA:Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Kesebelas)
8. Sibolga
9. Tanjung Balai
10. Tanjang Karang/Teluk Betung
11. Tebing Tinggi
BACA JUGA: Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Kesepuluh)
Kota jenis A berada dibawah pengawasan Gubernur Sumatera, sedang DPRD Kota dipimpin oleh seorang Walikota.
Kota jenis B berada dibawah pengawasan Residen: DPPRD-nya dipimpin oleh Bupati disamping tugasnya sebagai pejabat pamongpraja.
Kota-kota tersebut dalam melaksankan otonominya berpedoman pada Stadsgemeente Ordonnantie Buitengewesten.
Dapat dipahami jika di awal kemerdekaan banyaknya hal-hal yang simpang siur dan saling tindih, baik karena peraturan maupun pelaksana memang baru mempunyai modai nihil.
BACA JUGA: Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Kesembilan)
Sehingga peraturan Belanda dan Jepang sebagian besar masih dipergunakan.
Akibatnya setiap daerah otonom menterjemahkan sendiri aturan-aturan yang berlaku. Selain itu berhubung dengan suasana perjuangan menghadapi tentara Belanda, maka daerah-daerah mengatur pula urusan-urusan mengenai keamanan dan ketertiban.
Hubungan kekuasaan antara instansi-instansi Pemerintah Pusat dengan daerah-daerah otonom pada waktu tu juga belum tegas.
Pelbagai kementerian/jawatan Pemerintah Pusat sering membuat peraturan yang harus dijalankan oleh daerah.
BACA JUGA: Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Kedelapan)
Bagi daerah ini merupakan medebewind, tetapi dalam membuat peraturan itu daerah-daerah tidak diajak berunding, sehingga pelaksanaan peraturan tersebut menyulitkan daerah.
Selain penyelenggaraan medebewind, tidak jarang sesuatu kementerian memerintahkan daerah untuk mengerjakan sesuatu tugas.
Misalnya Kantor Walikota Palembang diberi perintah untuk membeli dan mengumpulkan bahan-bahan makanan mentah di pasar untuk tentara Sekutu yang sedang mengurus pemindahan tawanan Sekutu.
Biaya penyelenggaraan pemerintahan daerah ditanggung oleh masing-masing daerah.
BACA JUGA: Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Ketujuh)
Untuk ini daerah-daerah melanjutkan pemungutan pajak dan retribusi seperti yang telah berlangsung pada masa pendudukan Jepang .
Suatu sumber keuangan daerah ialah Fonds Kemerdekaan yang diadakan di daerah-daerah.
Dana ini menerima sumbangan-sumbangan dari rakyat.
Biaya Komite Nasional semula diambilkan dari dana ini.
BACA JUGA: Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Keenam)
Pada permulaan pelaksanaan UU 1 1945, di dalam bidang keuangan daerah terjadi gotong royong antara keresidenan dengan kota/ kabupaten.
Sumber :
1.Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Palembang, Sejarah Perkembangan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Palembang, Maret 1998
2.http://www.setwan.palembang.go.id/2013/10/sejarah-dprd-kota-palembang.html
3. Wikipedia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: palpres.com