RDPS
Honda

2 Koleksi Senjata di Museum Subkoss yang Ditakuti Penjajah Belanda, Nomor 1 Bahan Mesiu dari Kotoran Kambing

2 Koleksi Senjata di Museum Subkoss yang Ditakuti Penjajah Belanda, Nomor 1 Bahan Mesiu dari Kotoran Kambing

Meriam Kecepek salah satu koleksi senjata bernilai sejarah di Museum Perjuangan Subkoss Garuda Sriwijaya Kota Lubuklinggau--

LUBUKLINGGAU, PALPRES.COM- Museum Perjuangan Subkoss Garuda Sriwijaya di Kota Lubuklinggau, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mempunyai koleksi bendara bernilai sejarah dan budaya yang dipamerkan diruang koleksi.  

Dua benda yang termasuk koleksi utama di museum ini adalah Merima Kecepek dan Landmine, berikut kami akan membahas tentang fakta sejarahan dan kondisi terkini kedua benda bernilai sejarah tersebut, selamat membaca. 

1. Meriam Kecepak

Meriam Kecepek menjadi salah satu koleksi bentuk senjata yang dimiliki Meseum Perjuangan Subkoss Garuda Sriwijaya dengan nomor inventaris 05.03, yang mana senjata ini digunakan semasa perang kemerdekaan sekitar tahun 1945-1949 di daerah bengkulu Selatan.

Pembuatan Meriam Kecepek didasari adanya nama senapan lantak atau senapan kecepek yang lebih dulu dikenal masyarakat Indonesia, yang digunakan untuk berberu hewan liar di hutan, seperti harimau, rusa, beruang, babi hutan dan lain-lain.

Meriam Kecepek memiliki laras yang terbuat dari potongan tiang listrik atau tiang telepone yang dirobohkan dan diambil pada bagian ujungnya sekitar 1,5 meter, sedangkan mesiunya dibuat dari kotoran kambing, lalu diramu dengan belerang dan peluru tajamnya dibuat dari potongan mur, baut, paku, timah dan lain-lain. 

Potongan-potongan inilah yang ampuh menghancurkan, melukai bahkan membunuh musuh, yakni pasukan Belanda yang menghadang pasukan daerah Bengkulu yang tergabung dalam Sub Teritorium Bengkulu (STB) dibawah naungan Subkoss.

Senjata ini merupakan hasil dari pemikiran dan segala tenaga para pemuda yang berumur sekitar 20-25 tahun dalam menghadapi tekanan serta desakan atas perjuangan berat dari serdadu-serdadu Belanda yang menggunakan senjata modern dan otomatis.

Sehingga Meriam Kecepek ini sangat berguna untuk menandingi persenjataan kolonial Belanda, dengan daya tembak sekitar 1000 sampai 2000 meter. 

Meriam Kecepek cukup diperhitungkan dalam upaya menghadapi tekanan dari serdadu Belanda, sehingga hampir di setiap front pertempuran antara lain, Front Gunung Kepahiyang, Front Utara, Front Selatan pernah menggunakan Meriam Kecepek untuk melawan Belanda.

2. Sejarah Landmine

Koleksi senjata bernilai sejarah berikutnya adalah Landmine yang digunakan para pejuang untuk penghancur tebing, jembatan dan merobohkan pohon besar dipinggir jalan raya sebagai upaya menghambat mobilitas penyerangan Belanda melalui jalur darat. 

Landmine pernah digunakan dalam pertempuran melawan Belanda di jembatan kereta api dan jembatan jalan raya di Tebing Tinggi yang dihancurkan oleh Batalyon XII/STP, dan pada saat Belanda memasuki Muara Beliti terpaksa pasukan ALRI SUBKOSS yang dipimpin Kapten AR. Saroingsong menghancurkan Jembatan Muara Beliti agar laju Belanda terhambat ke Lubuklinggau.

Alhasil, pasukan Belanda mendapat perlawanan dari pasukan Sub Teritorium Palembang/Brigade Garuda Merah yang dipimpin oleh Letkol Bambang Utoyo. Pembuatan dan penggunaan landmine ini didasari dengan banyaknya ketersediaan dinamit-dinamit yang diperoleh dari pertambangan minyak dan batu bara, maka para pejuang SUBKOSS menggunakannya untuk membuat ranjau darat ini (Landmine).

Kolonel Maludin Simbolon (1995) dalam wawancaranya mengatakan bahwa karena landmine ini tidak bisa diledakkan dengan otomatis, terpaksa detonatornya diikat dengan kawat lalu ditarik dari jauh dan kemudian meledak. Hal ini dilakukan dimana-mana guna menghambat gerakan pasukan Belanda.

Ketika pasukan Belanda terpaksa menunda gerak majunya, berbalik mundur sampai di Muara Saling. Sementara itu pesawat terbang berputar-putar sambil menjatuhkan bom di pinggir jalan, dan jembatan, karena Belanda khawatir dengan semua tempat yang strategis seperti tebing jalan dan jembatan karena telah terpasang Landmine.

Maka semua tempat itu harus dihujani dengan bom dari pesawat agar tidak akan terjebak oleh Landmine ini.Landmijn tidak semuanya meledak karena diledakkan sendiri. Sebab pasukan Belanda bergerak dengan kekuatan besar melalui jalan darat dengan kendaraan dan persenjataan yang lengkap. 

Sementara itu, pesawat Udara melaju ke depan mendahului, lalu berputar balik, berkeliling sambil memuntahkan peluru Mortir dan bom-bom yang tak henti-hentinya. Ketika tentara Belanda sebelum melewati jembatan Batu Bandung (sebelum masuk simpang Muara Kati), tiba-tiba jembatan itu meledak karena Landmijn terkena sasaran peluru mortir pesawat. Lalu jembatan pun hancur, dan pasukan Belanda harus bekerja keras untuk membuat jembatan itu dapat dilalui oleh kendaraan darat. (frs)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: