Honda

Melihat Warisan Budaya: Mengenal 12 Suku Bangsa di Sumatra Selatan

Melihat Warisan Budaya: Mengenal 12 Suku Bangsa di Sumatra Selatan

Melihat Keanekaragaman Budaya 12 Suku Bangsa yang Ada di Sumatera Selatan-Alhadi Farid-palpres.com

BACA JUGA:3 Kota Paling Aman dan Nyaman di Jawa Tengah, Warganya Sejahtera, Kejahatan Sedikit, Minat Pindah?

Berdasarkan cerita rakyat di masyarakat Komering, suku Komering dan suku Batak, Sumatra Utara, dikisahkan masih bersaudara.

Kakak beradik yang datang dari negeri seberang.

Setelah sampai di Sumatra, mereka berpisah. Sang kakak pergi ke selatan menjadi puyang suku Komering, dan sang adik ke utara menjadi puyang suku Batak.

2. Suku Palembang

BACA JUGA:2 Jam Perjalanan dari Palembang, Ini Lokasi Wisata Broken Chair, Hanya Ada 2 di Dunia!

Suku Palembang merupakan suku yang mendiami sekitar 40-50 persen wilayah kota Palembang. 

Mereka terbagi menjadi Wong Jeroo dan Wong Jabo. 

Wong Jeroo merupakan keturunan bangsawan/hartawan dan sedikit lebih rendah dari orang-orang istana dari kerajaan tempo dulu yang berpusat di Palembang, dan Wong Jabo adalah rakyat biasa.

Suku Palembang memiliki bahasa khas dan masih mempertahankan tradisi rumah panggung di atas air.

BACA JUGA:Venesia dari Timur, Berikut 5 Fakta Menarik Kota Palembang yang Pasti Cindo Nian

Seorang yang ahli tentang asal usul orang Palembang yang juga keturunan raja, mengakui bahwa suku Palembang merupakan hasil dari peleburan bangsa Arab, Cina, suku Jawa dan kelompok-kelompok suku lainnya di Indonesia.

Suku Palembang sendiri memiliki dua ragam bahasa, yaitu Baso Palembang Alus dan Baso Palembang Sari-Sari.

Model arsitektur rumah orang Palembang yang paling khas adalah rumah Limas yang kebanyakan didirikan di atas panggung di atas air untuk melindungi dari banjir yang terus terjadi dari dahulu sampai sekarang.

Di kawasan sungai Musi sering terlihat orang Palembang menawarkan dagangannya di atas perahu.

Pengucapan kata suku palembang sedikit berbeda dengan suku melayu lain seperti melayu riau dan malaysia (yang banyak berakhiran -e), karena berakhiran -o.

3. Suku Gumai

Suku Gumai mendiami Kabupaten Lahat di Sumatera Selatan. 

Sebelum adanya Kota Lahat, Gumai merupakan satu kesatuan teritorial yang terdiri dari Marga Gumai Lembak, Marga Gumai Ulu, dan Marga Gumai Talang.

Setelah adanya kota Lahat, maka Gumai menjadi terpisah dimana Gumai Lembak dan Gumai Ulu menjadi bagian dari Kecamatan Pulau Pinang sedangkan Gumai Talang menjadi bagian dari Kecamatan Kota Lahat. 

4. Suku Semendo

Suku Semendo berada di Kecamatan Semendo, Kabupaten Muara Enim. 

Mereka berasal dari keturunan suku Banten dan hidup dari pertanian dengan cara tradisional. 

Budaya suku Semendo sangat dipengaruhi oleh Islam.

Hampir 100% penduduk Semendo hidup dari hasil pertanian, yang masih diolah dengan cara tradisional.

Lahan pertanian di daerah ini cukup subur, karena berada kurang lebih 900 meter di atas permukaan laut.

Ada dua komoditi utama dari daerah ini : kopi jenis robusta dengan jumlah produksi mencapai 300 ton per tahunnya, dan padi, dimana daerah ini termasuk salah satu lumbung padi untuk daerah Sumatera Selatan.

Adat istiadat serta kebudayaan daerah ini sangat dipengaruhi oleh nafas keIslaman yang sangat kuat.

Mulai dari musik rebana, lagu-lagu daerah dan tari-tarian sangat dipengaruhi oleh budaya melayu Islam.

Bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari adalah bahasa Semendo.

Setiap kata pada setiap bahasa ini umumnya berakhiran "e."

5. Suku Lintang

Suku Lintang tinggal di sepanjang sungai Musi di Kabupaten Empat Lawang dan Kabupaten Lahat. 

Mereka hidup dari bercocok tanam dan merupakan keturunan dari Puyang Si Betulah dan Si Betulai.

Kawasan pegunungan Bukit Barisan di Sumatera Selatan merupakan tempat tinggal suku Lintang, diapit oleh suku Pasemah dan Rejang.

Masyarakat suku Lintang percaya bahwa mereka adalah keturunan dari puyang si Betulah dan si Betulai bersaudara, yang merupakan anak dari Serunting Sakti atau Puyang Sipahit Lidah yang ceritanya banyak menjadi cerita rakyat masyarakat Sumatera bagian selatan

Hasil bercocok tanam suku ini berupa kopi, beras, kemiri, karet dan sayur-sayuran.

Mereka juga beternak kambing, kerbau, ayam, itik, bebek, dll. 

Mereka tidak mencari nafkah di sektor perikanan walaupun tinggal di tepi sungai. 

Orang Lintang adalah penganut Islam yang cukup kuat.

Hal ini terlihat dengan banyaknya masjid-masjid dan pesantren untuk melatih kaum mudanya.

6. Suku Kayu Agung

Suku Lematang tinggal di daerah Lematang antara Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Lahat. 

Mereka dikenal sebagai masyarakat yang terbuka dan ramah tamah.

Mereka memiliki mata pencaharian sebagai petani, pedagang, dan pengrajin gerabah. 

Suku Kayu Agung masih mempertahankan kepercayaan lama dan tradisi Islam.

Wilayah ini dialiri sungai Komering. 

Bahasanya terdiri atas dua dialek, yaitu dialek Kayu Agung dan dialek Ogan.

Bentuk pertanian kebanyakan bersawah tahunan karena daerahnya terdiri dari rawa-rawa. 

Jadi sawah hanya dikerjakan saat musim hujan.

Suku Kayu Agung percaya bahwa roh-roh nenek moyang dapat mengganggu manusia.

Oleh karena itu, sebelum mayat dikubur harus dimandikan dengan bunga-bunga supaya arwah roh yang mati lupa jalan ke rumahnya.

Mereka juga percaya akan dukun yang membantu dalam upacara pertanian, baik saat menanam maupun saat panen.

Selain itu ada tempat-tempat keramat yang mereka anggap sebagai tempat bersemayamnya para arwah. 

7. Suku Lematang

Suku Lematang tinggal di daerah Lematang yang terletak di antara Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Lahat.

Daerah ini berbatasan dengan daerah Kikim dan Enim. Suku ini menempati wilayah di sepanjang sungai Lematang, di sekitar kota Muaraenim dan kota Prabumulih.

Asal usul orang Lematang dari kerajaan Majapahit, keturunan orang Banten dan Wali Sembilan. 

Orang Lematang sangat terbuka dan memiliki sifat ramah tamah dalam menyambut setiap pendatang yang ingin mengetahui seluk beluk dan keadaan daerah dan budayanya.

Mereka juga memiliki rasa kebersamaan yang tinggi.

Hal itu terbukti dari sikap gotong royong dan tolong menolong bukan hanya kepada masyarakat Lematang sendiri tetapi juga kepada masyarakat luar.

8. Suku Ogan

Suku Ogan mendiami Kabupaten Ogan Komering Ulu dan Ogan Komering Ilir. 

Mereka merupakan penduduk asli dan mayoritas bertani.

Mereka mendiami tempat sepanjang aliran Sungai Ogan dari Baturaja sampai ke Selapan. 

Orang ogan biasa juga disebut orang Pagagan.

Suku Ogan terbagi menjadi 3 (tiga) sub-suku, yakni: Suku Pegagan Ulu, Suku Penesak, dan Suku Pegagan Ilir.

Kelompok masyarakat ini adalah penduduk asli dan bertani, tetapi banyak juga yang menjadi pegawai negeri. 

Makanan pokok suku ini ialah hasil pertanian.

9. Suku Pasemah

Suku Pasemah mendiami wilayah Empat Lawang, Lahat, Ogan Komering Ulu, dan sekitar Gunung Dempo. 

Menurut sejarah suku ini merupakan keturunan Raja Darmawijaya dari Majapahit yang menyeberang ke Palembang (pulau Perca).

Suku bangsa ini juga banyak yang merantau ke daerah-daerah di Provinsi Bengkulu.

Suku ini banyak yang tersebar di pegunungan Bukit Barisan, khususnya di lereng-lerengnya.

Menurut mitologi nama Pasemah berasal dari kata Basemah yang berarti berbahasa Melayu.

Hasil utama masyarakat suku ini ialah kopi, sayur-sayuran dan cengkeh dengan makanan pokoknya ialah beras.

10. Suku Sekayu

Suku Sekayu terletak di Kabupaten Musi Banyuasin. 

Mereka mayoritas berprofesi sebagai petani dan memiliki kehidupan yang terhubung dengan Sungai Musi.

Hasil pertaniannya adalah padi, singkong, ubi, jagung, kacang tanah dan kedelai.

Hasil perkebunan yang menonjol adalah karet, cengkeh dan kopi. Industri rakyat yang terkenal berupa bata dan genteng.

Suku Sekayu merupakan "manusia sungai" dan senang mendirikan rumah-rumah yang langsung berhubungan dengan sungai Musi.

Tidak seperti umumnya suku-suku di Indonesia, suku Bugis, Minangkabau atau Jawa, suku Sekayu jarang berpindah-pindah ke tempat yang jauh.

Keinginan untuk lebih maju dan mencari keberuntungan mereka lakukan hanya sampai di ibukota propinsi. 

Suku Sekayu yang tinggal di Palembang menduduki sektor-sektor pekerjaan yang penting, mulai dari guru besar/dosen universitas, ahli riset, hartawan dan pengembang lahan, pekerja galangan dan penarik becak.

11. Suku Rawas

Suku Rawas mendiami wilayah pegunungan Bukit Barisan di Kabupaten Musi Rawas. 

Mereka berbicara bahasa Rawas dan hidup dari pertanian.

Suku ini terletak di wilayah provinsi Sumatera Selatan, tepatnya di sekitar dua aliran sungai Rawas dan sungai Musi bagian utara.

Suku ini menempati wilayah di Kecamatan Rawas Ulu, Rawas Ilir, dan Muararupit, di Kabupaten Musi Rawas.

Bahasa Rawas masih tergolong ke dalam rumpun melayu. 

Di wilayah ini banyak terdapat kebun karet rakyat.

12. Suku Banyuasin

Suku Banyuasin tinggal di Kabupaten Musi Banyuasin dan mayoritas bertani di daerah aliran sungai.

Suku ini terutama tinggal di kab. Musi Banyuasin yaitu di kec. Babat Toman, Banyu Lincir, Sungai Lilin, dan Banyuasin Dua dan Tiga.

Umumnya mereka tinggal di dataran rendah yang diselingi rawa-rawa dan berada di daerah aliran sungai.

Sungai terbesar adalah sungai Musi yang memiliki banyak anak sungai.

Mata pencaharian pokoknya adalah bertani di sawah dan ladang.

Mereka masih percaya terhadap berbagai takhyul, tempat keramat dan benda-benda kekuatan gaib.

Mereka juga menjalani beberapa upacara dan pantangan. *

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: