Honda

Bank Indonesia Naikkan BI-Rate jadi 6,25 Persen, Perkuat Stabilitas dan Jaga Pertumbuhan Ekonomi

Bank Indonesia Naikkan BI-Rate jadi 6,25 Persen, Perkuat Stabilitas dan Jaga Pertumbuhan Ekonomi

Bank Indonesia Naikkan BI-Rate jadi 6,25 Persen, Perkuat Stabilitas dan Jaga Pertumbuhan Ekonomi-pixabay-

- Mempertahankan: (a) Rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%; (b) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%; (c) Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 5% dengan fleksibilitas repo sebesar 5%, dan rasio PLM Syariah sebesar 3,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5%;

BACA JUGA:Mau Kerja di Bank Indonesia? Masuk ke 5 Jurusan Ini Jika Mau Dilirik BI, Setelah Lulus Auto Diterima Kerja

6. Pendalaman kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman suku bunga kredit berdasarkan sektor ekonomi 

7. Penguatan literasi digital dan manajemen risiko penyelenggara dan masyarakat pengguna sistem pembayaran, termasuk berbagai inovasi yang mendukung inisiatif tersebut, guna memperkuat stabilitas sistem pembayaran dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk memitigasi dampak rambatan memburuknya risiko global.

Untuk pengendalian inflasi, koordinasi kebijakan dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) melalui program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID).

Koordinasi kebijakan moneter dan fiskal diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan momentum pertumbuhan ekonomi.  Bank Indonesia memperkuat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha. 

Dinamika ekonomi keuangan global berubah cepat dengan risiko dan ketidakpastian meningkat karena perubahan arah kebijakan moneter AS dan memburuknya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Tetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih kecil dan lebih lama dari prakiraan (high for longer) sejalan pula dengan pernyataan para pejabat Federal Reserve System.

Perkembangan ini dan besarnya kebutuhan utang AS mengakibatkan terus meningkatnya yield  US Treasury dan penguatan dolar AS semakin tinggi secara global.

Semakin kuatnya dolar AS juga didorong oleh melemahnya sejumlah mata uang dunia seperti Yen Jepang dan Yuan China.

Ketidakpastian pasar keuangan global semakin buruk akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Akibatnya, investor global memindahkan portfolionya ke aset yang lebih aman khususnya mata uang dolar AS dan emas, sehingga menyebabkan pelarian modal keluar dan pelemahan nilai tukar di negara berkembang semakin besar.

Ke depan, risiko terkait arah penurunan FFR dan dinamika ketegangan geopolitik global akan terus dicermati karena dapat mendorong berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global, meningkatnya tekanan inflasi, dan menurunnya prospek pertumbuhan ekonomi dunia.

Kondisi ini memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: