Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Terakhir)

Selasa 05-07-2022,07:06 WIB
Reporter : Dudy Oskandar
Editor : Tom

Oleh Dudy Oskandar 

(Jurnalis dan Peminat Sejarah Sumatera Selatan)

 

SELANGKAH demi selangkah stabilisasi Pemerintahan diusahakan, dengan mengatasi berbagai kesulitan yang timbul dari akibat yang terjadi sejak agresi militer pertama. 

Diantara kesulitan itu, terdapatlah penyelesaian soal kepegawaian. 

Mempersatu-padukan kembali antara golongan yang mempunyai sejarah selama revolusi berlain-lainan, bahkan bertentang tentangan (terkenal soal “non dan co”), bukanlah usaha yang mudah. 

Pedoman untuk Pemerintahan yang sudah menjadi bermacam ragam coraknya, yang satu sama lain bertentangan, menambah bibit pertikaian paham dalam cara mengatur dan menyusun kembali Pemerintahan.

BACA JUGA: Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Ketujuh)

Apalagi instruksi yang tegas dan tepat tidak pula dan memang tidak mungkin pula diberikan oleh Pemerintah Pusat, yang sementara itu menghadapi pula soal terbentuknya Negara Kesatuan dengan segala macam kekacauan dan kekalutan pula diberbagai daerah.

Tanggal 17 Agustus 1950 terbentuklah Negara Kesatuan R.I. 

Tercapailah pula hasrat jang meluap di-mana untuk memulihkan Negara Kesatuan. 

Terbentuknya Negara Kesatuan membawa pula kesibukan baru, tidak sadja di Pusat, tetapi juga didaerah. 

BACA JUGA: Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Keenam)

Betapapun juga kesanggupan memeras tenaga, namun kejadian yang cepat silih berganti sejak pengakuan kedaulatan itu, buat daerah Propinsi Sumatera Selatan, tidaklah mungkin untuk diatasi dengan segalanya selesai, secepat kejadian itu berlangsung.

Dua hari sebelum Negara Kesatuan terbentuk, didapatlah pengesahan tonomi Propinsi Sumatera Selatan atas dasar Undang No. 22/1948. 

Kategori :