PALEMBANG, PALPRES.COM - Prasasti Telaga Batu kembali dikaji para peneliti maupun akademisi dari berbagai aspek. Dari aspek ketatanegaraan, prasasti yang memiliki tujuh kepala ular kobra memiliki unsur kekuasaan legislatif.
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Dumantara Riset Institute, Dr Hendra Sudrajat, SH MH saat menjadi narasumber Seminar Hasil Kajian Museum Negeri Sumatera Selatan (Sumsel) dengan tema Prasasti Telaga Batu di Auditorium Museum Balaputra Dewa, Selasa (02/08/2022).
Dari hasil kajian Prasasti Telaga Batu dari perspektif konstitusi nusantara, jelas Dr Hendra, simbol kepala ular kobra yang berjumlah tujuh ekor itu dianalogikan sebagai kekuasaan legislatif.
Seperti diketahui, ular kobra sendiri sering dijadikan sebagai raja ular yang menandakan simbol kekuasaan atau kebijaksanaan.
BACA JUGA:Museum Negeri Sumsel Gelar Seminar Prasasti Telaga Batu
"Keberadaan tujuh kepala ular kobra di puncak Prasasti Telaga Batu memiliki unsur kekuasaan legislatif, dengan kata lain mengawasi struktur ketatanegaraan," jelasnya.
Oleh sebab itulah, dia menilai Prasasti Telaga Batu memiliki dimensi konstitusi. Hal ini mengingat, pembentukan sistem hukum di Indonesia tidak terlepas dari aturan dari warisan nenek moyang, termasuk aturan dari budaya modern atau Belanda yang dikenal dengan KUHP.
"Saya pikir cukup berlebihan jika isi dari Prasasti Telaga Batu itu merupakan kutukan. Menurut saya lebih condong kepada peringatan," jelasnya.
Pada sistem pembentukan peraturan di Indonesia, masyarakat mengenal Judicial Review di Mahkamah Konstitusi.
BACA JUGA:Gali Teori Konstitusi Nusantara dari Peninggalan Sriwijaya
Begitu juga dengan isi Prasasti Telaga Batu yang menjadi pengawas bagi sistem kontrol kebijakan dari kalangan pemerintahan mulai dari putra mahkota, senopati dan lainnya.
"Sistem hukum dengan serikat ini sepertinya ada di pusat yang kita sebut Senopati atau penguasa lokal. Namun ada hal menarik di Bumiayu, di sana ada salah satu mandala atau daerah otonomi sebagai sumber kesejahteraan," katanya.
Hal menarik lainnya, setiap peringatan ditulis pada media batu. Hal ini mengindikasikan jika peringatan tersebut bisa kekal sepanjang masa.
Dari prasasti itu juga, dia meyakini jika prasasti tersebut memiliki dimensi konstitusi.
BACA JUGA:Perkuat Teori Konstitusi Nusantara dari Peninggalan Sriwijaya