Pemberian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden RI pertama itu, yang sudah secara sungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga Palembang untuk memiliki sebuah jembatan di atas Sungai Musi.
Namun belakangan, nama jembatan itu berubah menjadi Jembatan Ampera sebagai akronim Amanat Penderitaan Rakyat.
Sementara bagi sebagian masyarakat Palembang, jembatan itu kerap juga disebut sebagai Jembatan Proyek Musi.
Sebekumnya, rencana Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Pemprov) Sumatra Selatan melalui Satuan Kerja (Satker) Pekerjaan Jalan (PJN 3) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang akan memasang tangga otomatis atau lift di Jembatan Ampera, ternyata tidak ada kajian akademisnya.
BACA JUGA:Kata Dinas PUBMTR, Pemasangan Lift Tidak Akan Membahayakan Jembatan Ampera
Hal itu dinilai membahayakan kondisi jembatan pampasan perang Jepang, yang usianya tidak lagi muda itu.
Demikian ditegaskan Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Palembang Retno Purwanti.
“ Enggak ada, enggak ada,” kata Retno saat ditanya apakah sudah ada kajian akademis untuk akan memasang tangga otomatis atau lift di Jembatan Ampera.
Menurutnya Retno, pemerintahan daerah mengatakan, kalau beban Jembatan Ampera sudah terlalu berat.
BACA JUGA:Pemasangan Lift Ampera, Pemerhati Sejarah dan Stakeholder Harus Duduk Bersama
Tapi, lanjutnya, Jembatan Ampera malah ditambahi lift.
Lft itu saja menurut Retno, sudah menambah beban Jembatan Ampera.
“ Belum lagi aktivitas naik turunnya, itu khan ada getarannya.
Mengganggu struktur jembatan dan pondasinya, gitu lho,” katanya.
BACA JUGA:Jembatan Ampera, Simbol Kebangkitan Indonesia Setelah Kemerdekaan
Dinas terkait menurutnya, juga tidak pernah mengajak mereka rapat membahas pemasangan lift tersebut di Jembatan Ampera.