MUBA, PALPRES.COM – Bailangu merupakan salah satu Desa yang berada di tepian sungai Musi yang berada di Kecamatan Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Daerah Bailangu, Muba merupakan aliran sungai Musi yang mengalir dari hulu Sungai di Kepahiang, Bengkulu melintasi Sumatera Selatan dan membelah Palembang menjadi dua bagian yakni kawasan Seberang Ilir dan Seberang Ulu.
Bailangu dalam hikayat Sultan Mahmud Badarudin II disebut desa Buay Langu.
Sepertinya nama Bailangu ada kemiripan dengan "Belinyu" yang juga terdapat di Kabupaten Sungai Liat Bangka dimana Desa Kima juga ada disana.
BACA JUGA:Kabar Gembira, 4 Bantuan Pendidikan Ini Dilanjutkan Tahun 2023
BACA JUGA:Mengenal Tradisi Lisan Senjang, Seni Menyampaikan Nasehat Khas Kabupaten Musi Banyuasin
Sementara kalau di terjemahkan secara terurai kata Buay berarti "ayunan" dan Langu "nama salah satu cendawan yang biasa dijadikan sumber makanan oleh masyarakat Bailangu.
Desa Bailangu menurut kisah turun temurun dari Kakek kami Haji Muhammad Yusuf (Pangawa Yusuf alias Nenek Bogor), didirikan oleh Puyang Abusaka yang berasal dari Desa Kima Bangka Provinsi Bangka Belitung.
Beliau meninggalkan 4 orang anak yaitu Puyang Lebe, Puyang Janggut (Jantiri), Puyang Mudim (Ragentam Ali), dan Puyang Tembesu. Dari Puyang Lebe lah garis keturunan kami dimulai.
Melihat dari tempat dimana mereka dimakamkan, sepertinya ada semacam simbol yang bisa dimaknai mereka sebagai pendiri dan pelindung Desa Bailangu dimana Puyang Janggut dimakamkan di daerah Sungai Guci (dilo dusun), Puyang Mudim (berang dusun, diseberang sungai Musi), Puyang Lebe (darat dusun, mikak di jalan tengah dekat makam Puyang dak bepusat) dan Puyang Tembesu (dulu dusun, konon dimakamkan di tanah tumbuh daerah sungai tilan Lumba Jaya).
BACA JUGA:Catat! 7 Wisata Andalan Musi Banyuasin Cocok untuk Liburan Akhir Tahun
Semasa hidupnya keempat puyang tersebut banyak menorehkan sejarah sebagai tokoh yang disegani karena ilmu kedigdayaan mereka, dan ilmu kedigdayaan tersebut diwariskan secara turun temurun dan keturunan mereka yang paling terkenal adalah puyang dak bepusat alias Ketip Tiudin alias Puyang Silam-silaman.
Salah satu yang dikisahkan kepada saya adalah pernah suatu hari Puyang Tembesu ‘andun’ (berkunjung) ke Desa karang waru, lalu mendekati gadis di desa tersebut.
Hal ini tidak diterima oleh masyarakat desa tersebut, sehingga si Puyang di sandera lalu di ikat di tiang tembesu Balai Desa Karang Waru.
Kemudian dengan ilmu yang dimilikinya Puyang Tembesu memanggil seekor burung ‘kuntul’, lalu ia berpesan kepada burung tersebut agar disampaikan kepada "kuyung-kuyungnye" di Bailangu kalau beliau sedang disandera dan diikat di Balai Desa karang Waru.