Sementara tu, Anggota Komite Regulasi dan Kelembagaan Apindo, Susanto Haryono, mencatat sedikitnya ada 2 pasal disorot Apindo.
Pertama, ketentuan mengenai upah minimum sebagaimana diatur dalam Pasal 88 Perppu Cipta Kerja.
BACA JUGA:Hendak Menembak Burung Justru Salah Sasaran, Polisi Amankan Pelaku Penembakan
Ketentuan itu mengatur formula penghitungan upah minimum yang meliputi variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
Penggunaan formula itu diklaim untuk mendorong daya beli, padahal faktanya sebagaimana yang pernah terjadi di Jepang hal tersdebut tidak ada hubungannya dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan produktivitas.
“Mekanisme penghitungan upah minimum jangan hanya fokus untuk mendorong daya beli, jangan sampai nanti malah kontra produktif,” ujar Susanto.
Menurut Susanto, formula penghitungan upah minimum sebagaimana diatur PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan peraturan turunan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tujuannya mengendalikan upah minimum.
BACA JUGA:Ada 186 Cughup di Kabupaten Lahat, Nomor 10 Paling Eksotis dan Pacu Adrenalin
Sehingga upah minimum tetap menjadi jaring pengaman dimana mendorong upah minimum di daerah yang besarannya tertinggal dan menahan laju upah minimum di daerah yang kenaikannya selama ini tinggi.
Kedua, Apindo menyoroti ketentuan outsourcing dalam Pasal 64 Perppu Cipta Kerja. Susanto mengatakan ketentuan itu membuka peluang bagi pemerintah untuk membatasi outsourcing.
Padahal, sebelumnya dalam UU Cipta Kerja tidak ada pembatasan untuk pekerjaan yang menggunakan mekanisme outsourcing.
Ia melihat pembatasan terhadap jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing tidak tepat lagi di era revolusi industri 4.0 karena kebutuhan keterampilan baru sangat berkembang pesat.
BACA JUGA:Terbaru! Lirik dan Terjemahan Lagu 'Ditto' - New Jeans
Tidak semua perusahaan mampu memiliki keterampilan baru tersebut, sehingga perlu perusahaan lain yang punya kemampuan.
Oleh karena itu, mekanisme outsourcing sangat dibutuhkan menjawab tantangan tersebut.
“Maksud praktik outsourcing itu bukan mencari pekerja murah, tapi pekerja yang memiliki keterampilan. Pekerja yang terampil sangat dibutuhkan untuk mendorong perusahaan agar mampu berjalan berkelanjutan dan efisien,” katanya.*