LUBUKLINGGAU, PALPRES.COM- Tim Pengendalian Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Anjas Prasetyo sedang berada di Kota Lubuklinggau dalam rangka memberikan materi pada kegiatan peningkatan pemahaman gratifikasi melalui monitoring evaluasi implementasi gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Lubuklinggau tahun 2022 di ruang Meeting Diamond Hotel Cozy Style Kota Lubuklinggau, Rabu (24/5/2023).
Dalam penyampaian materinya dihadapan pejabat dilingkungan Pemerintah Kota Lubuklinggau, Anjas Prasetyo menyampaikan belakangan banyak pejabat yang tertangkap karena korupsi, sehingga tugas KPK sangat berat dalam rangka pemberantasan korupsi, oleh sebab itu butuh dukungan dari semua pihak.
Menurutnya, ada beberapa agenda yang akan dilakukan, diantaranya monitoring dan evaluasi di setiap lembaga pemerintah Kota Lubuklinggau agar meningkatkan kualitas pelayanannya.
"Serapi-rapinya orang menutup kesalahan, pasti akan ketahuan, jadi mari saling mengingatkan jangan sampai terlibat dalam korupsi karena korupsi merugikan masyarakat dan keluarga sendiri," ujarnya.
BACA JUGA:Silaturahmi ke Kantor PWNU Sumsel, Kapolda Harapkan Hal Ini
Anjas menerangkan, gratifikasi dibagi dalam dua katagori yakni gratifikasi yang dilarang dan tidak dilarang.
Gratifikasi yang wajib lapor adalah gratifikasi menjadi sesuatu yang terlarang ketika pihak penerima seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara, penerimaan berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajiban penerima.
Kemudian, gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat memicu konflik kepentingan yang memengaruhi kerja dan keputusannya dalam kebijakan serta pelayanan publik.
Sedangkan gratifikasi yang tidak wajib lapor (Negative List), contohnya pemberian dalam keluarga seperti pemberian kepada kakek, nenek, bapak, ibu, mertua, suami, menantu, keponakan, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan.
BACA JUGA:Ziarah ke Makam 'Pahlawan' Pemekaran, Wabup Sampaikan Pesan Khusus Ini
Sementara itu Asisten Kahlan Bahar dalam pembukaan acara tersebut mengatakan, penerapan program pengendalian gratifikasi bertujuan untuk mengendalikan penerimaan gratifikasi secara transparan dan akuntabel melalui serangkaian kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif badan pemerintah.
"Mudah-mudahan melalui sosialisasi ini diharapkan dapat mengubah budaya permisif penerimaan atau pemberian gratifikasi yang dilarang, menjadi budaya menolak pemberian gratifikasi atau budaya anti gratifikasi," imbuhnya
Terciptanya budaya anti gratifikasi sambung dia, tentunya tercermin dari tingkat pemahaman dan kepatuhan pejabat dan pegawai suatu instansi terhadap aturan gratifikasi, menolak menerima gratifikasi yang dapat menyebabkan terjadinya konflik kepentingan dalam pengambilan keputusan dan pelaksana tugas serta melaporkan penerima gratifikasi itu sendiri. (frs)