Muhammad Al-Fatih menyadari bahwa di usianya yang masih muda, ia belum bisa melakukan perlawanan terhadap pasukan Hongaria.
Oleh sebab itu, ia meminta ayahnya untuk kembali menjadi Sultan.
Sultan Murad II pun setuju, dan ia kembali menjadi sultan hingga wafat pada 1451.
Setelah ayahnya wafat, Muhammad Al-Fatih menjadi Sultan kembali.
BACA JUGA:Negara Teraman di Dunia Versi GPI 2023, Indonesia Urutan ke 53
Sebenarnya, sejak usia 19 tahun, ia berencana merebut konstantinopel dan Kekaisaran Romawi Timur.
Ayahnya pernah ingin menaklukkan Kota Konstantinopel, namun tidak berhasil. Justru an
aknya, Muhammad Al-Fatih yang berhasil mengalahkan pasukan dari kota tersebut.
Muhammad Al-Fatih sangat jago membuat strategi perang urat syaraf, guys.
BACA JUGA:Resep Buat Japchae, Mie Bening Tumis Ala Korea yang Sedap, Nikmat dan Cocok Jadi Lauk
Perang urat syaraf ini maksudnya adalah strategi untuk mengepung musuh seperti perang wujjagi ud, dengan membuat efek psikologis bagi musuhnya.
Kala itu, seni perang seperti ini belum ada sebelumnya.
Keberhasilan Muhammad Fatih tersebut guys, tak terlepas dari dukungan para penasihat dan ahli perang yang mumpuni guys, seperti Syeh Aaq Syamsudin, Halil Pasha, dan Zaghanos Pasha.
Penaklukan Konstantinopel berhasil dilakukan setelah Al-Fatih mengambil tindakan yakni memindahkan kapal perang Utsmani dengan jalur darat.
BACA JUGA:Cek di Sini, 6 Golongan yang Bakal Terima Bansos PKH Tahap 3 Cair Mulai Juli 2023
Tindakan ini dilakukan untuk menghindari rantai-rantai bawah laut yang dipasang oleh Byzantium Romawi.