JAKARTA, PALPRES.COM - Nasib seseorang ditentukan oleh karakter dia, dan karakter dia tersebut ditentukan oleh kebiasaannya.
Habib Husein Ja’far Al Hadar atau akrab dipanggil Habib Ja’far di Channel Gita Wirjawan di YouTube menjelaskan, kebiasaan dia, ditentukan oleh tindakan dia, dan tindakan dia besar kemungkinan ditentukan oleh pikiran dia.
Nasib kita misalnya hidupnya sendiri dan tidak teman, itu nasib yang kita alami dan besar kemungkinan ditentukan oleh karakter kita sendiri.
Misalnya, karakter kita adalah sombong, sehingga orang tidak mau berdekatan dengan kita, karena tidak ada manfaat, justru ada keburukan yang ditimpahkan oleh sifat sombong yang ada pada diri kita.
BACA JUGA:Bansos Rp900.000 Cair September 2023, Hanya Kategori Ini yang Dapat
Sifat atau karakter sombong itu ditentukan oleh misalnya kebiasaan pamer, sesuatu yang kita miliki dan tidak dimiliki orang lain dengan perasaan yang superior yang selalu dibiasakan menjadi sombong.
Pamer itu ditentukan oleh satu tindakan, dimana kita melihat pamer itu indah atau nikmat.
Misalnya ketika kita belum mobil baru atau handphone baru, kemudian kita berpikir kalau kita perlihatkan kepada orang yang tidak punya itu jadi asyik bagi kita, dan kita mendapatkan kepuasan untuk memamerkan kepada orang lain.
Berawal dari tindakan satu itu yang kemudian kita merasakan satu rasa yang lezat, ketika kita memamerkan barang baru yang kita punya dan itu menjadi kebiasaan kita untuk pamer.
BACA JUGA:Jadwal Siaran Langsung Timnas Indonesia vs Turkmenistan Hari Ini, Jumat 8 September 2023, Live RCTI!
Tindakan pamer itu besar kemungkinan ditentukan oleh pikiran dalam diri kita, bahwa buat apa punya sesuatu yang tidak dimiliki orang lain, kalau tidak kita pamerkan kepada orang lain.
Maka pikiran menjadi hal yang paling mendasar sebagai salah satu penentu bagi masa depan kita, tentang apa yang kita anggap benar dan itu yang akan menentukan nasib kita kedepannya.
“Oleh karena itu dalam filsafat, ia dirapikan secara mendasar dalam satu perdebatan yang disebut sebagai estimologi yang kemudian “melahirkan”’ atau puncaknya adalah aksiologi tentang apa yang dimaksud dengan etik dan tidak etik, dan apa yang dimaksud estetik dan tidak estetik,” tuturnya.
Itu ditentukan oleh estimologi, bagaimana kita mengolah pikiran.
BACA JUGA:Ingat! Cek Kartu Uang Elektronikmu Sebelum Masuk Tol Indralaya-Prabumulih