Secara umum dijelaskan bahwa Collaborative Governance merupakan sebuah proses yang di dalamnya melibatkan berbagai stakeholder yang terkait untuk mengusung kepentingan masing-masing instansi dalam mencapai tujuan bersama. (Cordery, 2004; Hartman et al.,2002).
Dalam collaborative governance selain melibatkan berbagai unsur pemerintah, BUMN, swasta, perguruan tinggi juga melibatkan komponen masyarakat yang ada di perbatasan (Papua, Kalimantan serta Sulawesi), anggota parpol serta insan media.
Implementasi Kebijakan Publik
Beberapa ilmuan penganut aliran Top Down salah satunya adalah George C. Edward III. Model Implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh George C. Edward III yang menamakan model implementasi kebijakan publiknya dengan Direct and Indirect Impact On Implementation dalam Leo Agustino (2008:149) dimana terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan yaitu: Komunikasi.
Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan menurut George C. Eward III, adalah komunikasi.
Sumber Daya.
Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan adalah sumber daya.
Disposisi
Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik.
Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.
Struktur Birokrasi. Variabel keempat, menurut Edward III, yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi.
Collaborative Governance
Ansell dan Gash (2007:544) mendefinisikan Collaborative Governance adalah sebuah pengaturan yang mengatur satu atau lebih lembaga publik secara langsung terlibat dengan pemangku kepentingan non publik dalam proses pengambilan keputusan kolektif bersifat formal, berorientasi konsensus, dan musyawarah yang bertujuan untuk membuat atau mengimplementasikan kebijakan publik atau mengelola program atau aset publik.
Untuk dapat membangun tata kelola kolaboratif, diperlukan syarat-syarat awal yang disebut oleh Ansell dan Gash (2007) sebagai enam kriteria penting, yang terdiri atas: forum tersebut diinisiasi oleh institusi public, terdapat aktor non pemerintah yang dilibatkan, seluruh partisipan terlibat langsung dalam pembuatan kebijakan dan tidak sekedar berkonsultasi, forum bersifat formal dan ada pertemuan rutin, kebijakan dibuat berdasarkan consensus dan kolaborasi difokuskan pada kebijakan publik atau manajemen publik.
Model Ansell And Gash, meliputi kondisi awal, desain kelembagaan, kepemimpinan, dan proses kolaborasi.
Masing masing variabel tersebut dapat diperkecil lagi menjadi sub-sub variabel. Untuk variabel proses Kolaborasi, merupakan inti dari model ini, Sedangkan Kondisi Awal, desain kelembagaan, dan kepemimpinan dipresentasekan sebagai pendukung yang memberikan kontribusi penting dalam proses kolaborasi.