Dalam percakapan sehari-hari bahasa Penukal menggunakan akhiran e seperti bahasa musi di Musi Banyuasin.
Ada yang menggunakan 'Ee' dan dan 'ee' tergantung intonasi dari setiap daerah di PALI.
Secara keseluruhan, Bahasa Penukal di Kabupaten PALI bukan hanya sekadar alat komunikasi, melainkan juga penjaga dan penjelmaan dari kekayaan budaya lokal.
Sebagai dialek dari Bahasa Musi, Bahasa Penukal membawa makna budaya yang mendalam, memperkaya warisan budaya yang dimiliki oleh masyarakat PALI.
Keberadaannya tidak hanya sebagai sarana komunikasi, tetapi juga sebagai simbol kebersamaan dan identitas yang mengikat kuat masyarakat PALI sebagai satu kesatuan yang kokoh.
BACA JUGA:Wow! Penurunan Angka Kemiskinan Ekstrem di Muba Paling Masif se-Sumsel
Meskipun memiliki nama yang mungkin terdengar panjang, Kabupaten PALI menawarkan lebih dari sekadar nama yang mengesankan.
Terletak sebagai pecahan dari Kabupaten Muara Enim, PALI terbentuk sebagai DOB (Daerah Otonomi Baru) pada 11 Januari 2013 melalui UU Nomor 7 tahun 2013. Ibu kotanya, Talang Ubi, menjadi pusat aktivitas dan kehidupan masyarakatnya.
PALI, atau lebih dikenal sebagai Bumi Serepat Serasan, adalah tempat di mana kebersamaan dan gotong royong menjadi pondasi kuat bagi masyarakatnya.
Budaya ini tercermin dalam keragaman etnis yang ada, di antaranya suku Musi Penukal (64.31%), lematang (17.71%), dan Jawa (12.75%).
BACA JUGA:Yuk Habiskan Waktu Liburmu dengan Mengunjungi Wisata Andalan Terbaru di Muara Enim
Namun, yang membuat PALI semakin menonjol adalah Bahasa Penukal dan kekayaan budaya yang terkait dengannya.