PALPRES.COM - Setiap langkah dalam tradisi Pantauan Bunting tak hanya meninggalkan jejak kebersamaan, tetapi juga menorehkan kisah hangat di hati setiap individu yang terlibat.
Dengan mengusung kekuatan silaturahmi dan kehangatan budaya, Pantauan Bunting menjadi jembatan yang mempererat hubungan di antara komunitas Kabupaten Lahat.
Dari ujung kampung hingga ke pelosok desa, Pantauan Bunting membangkitkan semangat kebersamaan yang tiada tara.
Pengantin beserta rombongan Karang Taruna melangkah dengan hati penuh harap, menjelajahi rumah-rumah warga dengan senyum yang tak terkira.
BACA JUGA:Menilik Tradisi Mandi Pusake: Jejak Spiritual di Tanah Pagar Alam, Namun Waspadai Ini, Jika Tidak...
Tak hanya sebagai tamu, mereka adalah bagian dari keluarga besar yang menyambut dengan tangan terbuka.
Dibalut dalam hidangan-hidangan lezat yang dipersiapkan dengan cinta dan kehangatan, Pantauan Bunting menjadi ajang untuk menikmati kekayaan kuliner dan keramahan setempat.
Mulai dari Rendang yang gurih, Ayam Nanas yang segar, hingga Ikan Bumbu Kacang Asam Manis yang menggugah selera, setiap sajian memiliki cerita tersendiri yang membawa kebahagiaan.
Tidak hanya tentang makanan, tetapi juga tentang pertemuan antar-generasi dan perpaduan budaya yang menghangatkan hati.
BACA JUGA:Beri Apresiasi Program ‘Susur Sungai’ Bank Indonesia, Ratu Dewa: Ada Nilai Budaya Disitu!
Bujang dan Gadis Ngantat dengan penuh dedikasi membantu mempersembahkan pengalaman yang tak terlupakan bagi pengantin, sementara "Penunde" menjaga tradisi agar tetap hidup dan bersemangat.
Di balik gemerlapnya perayaan, terdapat sentuhan-sentuhan kecil yang membuat Pantauan Bunting begitu istimewa.
Pengantin dan rombongan diharapkan untuk menghindari melewati "Kemuhu", sejenis bambu yang biasa dipakai untuk menjemur baju, karena diyakini dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga yang akan dibangun.